Friday, December 26, 2014

Dua Puluh Tiga dan Selanjutnya

Jika memang harus dikelompokkan, mungkin saya akan masuk dalam kategori seorang pesimis. Lebih sering daripada tidak, saya membayangkan hal-hal yang akan terjadi masa mendatang dalam kondisi terburuknya. Sebagian karena memang saya tidak memiliki kemampuan dalam membuat rencana; kebanyakan 'rencana' yang saya buat punya terlalu banyak lubang sehingga tanpa perlu menjadi seorang pesimis pun saya akan tahu hal tersebut tak mungkin berjalan mulus. Sebagian lagi karena dalam dua puluh tahun lebih hidup saya di dunia, rasanya tidak pernah sekalipun hal baik yang saya bayangkan terjadi tepat seperti kenyataan. Dan dengan bijaknya saya menyimpulkan bahwa lebih baik mempersiapkan diri untuk seburuk-buruknya keadaan daripada harus ditampar kenyataan ketika hal-hal baik di angan hanya berujung kekecewaan.

Sisi baiknya, saya adalah orang yang positif. Sungguh! Beri saya waktu lima belas sampai tiga puluh menit, dan saya akan baik-baik saja dari suasana hati buruk yang mungkin menyusahkan orang-orang di sekitar. Waktu tersebut saya gunakan untuk menenangkan hati yang berpikir tahu segalanya padahal tidak, dan memaksa logika bekerja untuk menemukan sisi baik atau sekadar meyakinkan diri bahwa apapun yang saya risaukan sesungguhnya tidak berarti apa-apa. Tiga puluh menit, atau bahkan sepuluh detik. Tak heran saya sering dituduh berkepribadian ganda.