Semalaman
aku habiskan untuk mengendapkan pikiran. Tidak di rumah. Sengaja aku pergi
berbekal sebuah tas ransel sekolah yang berisi laptop dan pakaian ganti ke
sebuah hotel bintang empat di pusat kota. Kondisi kamarku cenderung memberi
efek distraksi, sehingga aku lebih memilih mengeluarkan sedikit biaya ekstra
demi mendapatkan ketenangan dan kenyamanan, serta kupon sarapan buffet di restoran hotel mahal.
Sesaat
sebelum bersiap untuk check-out dari
hotel, aku meraih ponselku. Berulang kali aku meyakinkan diri untuk tidak lagi
meragu: aku mengambil pilihan yang benar, aku tidak akan menyesal. Nada sambung
yang akhirnya terdengar membuat jantungku berdebar jauh lebih cepat.
“Halo?”
“Aku
mau,” sambarku cepat, tanpa basa-basi. Takut kalau-kalau terlalu lama bisa
membuatku berubah pikiran lagi.
Ada
jeda sementara, mungkin untuk mencerna kata-kata yang kulempar begitu saja.
“Oh,”
ucapnya akhirnya. “Baguslah, kalau begitu.”
“Iya,
kan?” Aku setengah tertawa. Lega rasanya.
“Jadi,
mau yang abu-abu atau hitam putih?”
“Apa?”
“Sebenarnya,
anak kucing persia yang mau diberikan untuk diadopsi ada dua, yang abu-abu
garis hitam dan putih totol hitam. Kamu mau aku bawakan yang mana?”
Aku
terdiam, tidak mampu berkata apa-apa.
“Halo?”
Sepertinya aku butuh satu malam tambahan untuk mengendapkan pikiran di hotel ini, lagi.
Sepertinya aku butuh satu malam tambahan untuk mengendapkan pikiran di hotel ini, lagi.
Hahaha ... gw kirain :/
ReplyDeletePilih yang putih totol hitam saja.
HIhihi, sengaja itu mah, kan flashfiction :))
Deleteflashfiction yang keren :3
ReplyDeletewaah terimakash :)
Delete