Wednesday, June 18, 2008

Rencana Oh Rencana

Buang jauh-jauh impian untuk kuliah di Jepang.
Sekarang waktunya Afrika Selatan!!!!

Nggak, deh, boong banget.
Aku cuma lagi kesal, cuaca akhir-akhir ini panas banget, dan, yah, bikin item kulit!!!
Jadi cemas, rencana tur keliling kota ala backpacker sama Febi-Astri-Arta bakalan jadi nggak, yah? Kalo panas banget, aku khawatir ntar kita mati kepanasan dan dehidrasi di tengah jalan.

Tur ala backpacker ini adalah salah satu harapan terakhir pengisi liburan akhir tahun ajaran nanti. Aku udah eneg dengan liburan ala hobi yang selama ini kulakukan: baca, nonton, tidur. Bosan dengan rutinitas kalong. Mual dengan kamarku yang pengap dan mirip tempat pembuangan akhir.

(Promosi singkat: Ayo, ayo, bergabunglah dengan tur ala backpacker bersama siswi-siswi SMA yang unik dan penuh pesona!! Murah meriah!! Jika berminat silakan hubungi saya untuk keterangan lebih lanjut.)

Pilihan lainnya adalah ikutan Arta pulang kampung ke Pemangkat.
Dibalik rumah ada gunung beserta air terjun dan di depan rumah ada pantai yang terhampar.
Belum-belum udah bikin ngiler.

(Promosi singkat: Ayo, ayo, bergabunglah dengan tur pulang kampung bersama siswi-siswi SMA yang unik dan penuh pesona!! Murah meriah!! Jika berminat silakan hubungi saya untuk keterangan lebih lanjut.)

Hanya saja rencana-rencana tersebut bisa buyar seketika kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dalam menghadapi hal paing berat sepanjang sejarah satu semester: pembagian rapor.
Kalau nilaiku terlalu jelek atau bahkan nggak naik kelas, itu hanya berarti satu hal: "Selamat tinggal dunia remaja yang indah, biarkan aku berpetualang dari rumah ke rumah sebagai Bibi Penjual Daun Ubi."

Aku nggak benar-benar tahu apakah nilai jelekku nanti (ya, sudah pasti jelek, aku tahu itu) ada sangkut pautnya dengan karma gara-gara menuduh seseorang sebagai pengidap autisme.
Biar kuceritakan.

Waktu ulangan semester kemarin, seperti biasanya, satu kelas terdiri dari campuran dua kelas berbeda angkatan.
Nah, kelasku mendapatkan anak-anak kelas XA. Petualangan pun dimulai.

Temen sebangkuku, siswa kelas XA tentunya, adalah cowok tinggi besar dengan cambang (atau apapun namanya) bernama Lele (bukan nama sebenarnya).

Cowok itu tidak menyontek, bertanya pada teman, atau menarik buku dari bawah meja.
ini jenius atau apa.

Cowok ini punya posisi duduk yang aneh. Biasanya orang yang sedang serius ulangan biasanya mencondongkan kepala ke kertas ulangan, tetapi dia tidak. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi.
Oke, aku maklum. Mungkin dia punya gaya favoritnya sendiri.

Cowok itu berbicara sendiri.
Oke, aku maklum. Orang juga biasanya begitu kalau sedang ngerjain ulangan.

Cowok itu menjawab sepatah dua patah kata yang nggak jelas maknanya saat aku bertanya padanya apa yang dikatakan guru di depan kelas.
Oke, aku maklum. Mungkin dia sedang serius mengerjakan ulangannya.

Cowok itu tertawa sendiri.
Oke, aku maklum. Ada orang yang suka tertawa sendiri.

Cowok itu nggak pernah kulihat berbicara dengan siapapun, kecuali cewek di depannya, yang selalu dipanggilnya dengan sebutan "Fit", entah namanya fitri, epifit atau bonafid.
Oke, aku maklum. Mungkin aku saja yang nggak pernah lihat.

Lama-lama, kalau dipikir-pikir secara masak-masak, kok kayak tanda-tanda orang autis yah??

Dan, yah, tanpa sadar (sebenarnya sadar sesadar-sadarnya) aku selalu menyebutnya sebagai "Adek Autis" setiap kali aku dan temen-temen ngebicarain masalah temen sebangku.

Wahai Adek Autis yang di sana.. maafkan beta telah menghina dirimu...
Jangan kau kutuk beta menjadi Bibi Penjual Daun Ubi dan membuat segala rencana liburan hanya tinggal rencana....

1 comment:

  1. wakwakwakk..
    tenang..
    kw pasti naek kelas..
    KITA semua naek baa..
    hhe
    -vie

    ReplyDelete

What do you think?