Sunday, April 13, 2008

Crunchy Crackers

Hmm, kedengarannya enak yah, renyah, kriuk-kriuk dalem mulut. Tapi ini enggak, sungguh. Biar aku ceritakan. (Peringatan: Cerita ini bakal garing, sangat garing malah, bagi yang sedang sibuk diharapkan tidak membacanya karena akan benar-benar menyesali lima menit yang bakal terbuang karena membaca tulisan ini).

Hari Sabtu kemaren Asutarin bilang kalo hari ini ada acara ultah-nya Laila (temen akrab Asutarin), dan Laila minta dia untuk ngundang temen-temen si Arin yang ia kenal buat datang juga. Lalu tersebutlah namaku, Arta dan Arlia. Mm, pertamanya aku berpikir, 'Ya ampun, aku kan nggak akrab-akrab banget sama Laila. Gimana kalo aku datang, tapi malah jadi kayak tamu ga diundang?'. Tapi Arin meyakinkanku untuk datang, dan kupikir, yah, setidaknya kan ada dia. Lalu dengan yakin aku memutuskan untuk datang.
Karena Arin dari pagi ada di rumah Ovi buat nonton hanakimi (sebenarnya aku juga diajak, sih, tapi mengingat betapa kamarku begitu berantakan dan betapa mama bakal menyuruhku rodi untuk membersihkannya, dengan berat hati aku menolak tawaran itu), jadi kita janjian buat ketemu di rumah Ovi. Sesampainya di rumah Ovi, aku langsung ngajak Arin cabut ke warnet, nyari tugas TIK. Tapi Asutarin bilang dia mo pulang ke rumah dulu, mo mandi sama ganti baju. Ya udah, aku nunggu deh di rumah Ovi, bersyukur, akhirnya bisa juga nonton hanakimi (dan menonton adegan Nakatsu dengan monolog sensasionalnya: '.... kanke ne!').
Waktu berlalu, aku menikmati nonton hanakimi dengan menatap Nakatsu menggebu-gebu, tetapi Asutarin tak kunjung datang. Aku bahkan sempat menyiksa Ovi dan Arta karena Nakatsu alias Toma alias MyLove begitu lucu dan terlihat sangat tampan, tetapi Arin tetap belum datang. Aku nggak begitu kalut, karena seperti yang kukatakan sebelumnya, aku menikmati --sangat menikmati-- menonton hanakimi.
Asutarin datang jam setengah empat, dan acara dimulai setelah ashar. Harusnya acara sudah mulai. Aku dan Asutarin pun dihadapkan pada dilema yang sangat memusingkan: harus memilih antara ke warnet, atau langsung ke rumah Laila. Ah, tambah satu lagi: belum beli kado.
Arin bilang, mendingan langsung ke rumah Laila aja, masalahnya, kalo kita ke warnet dulu, datangnya bakalan telat, mana nggak bawa kado lagi. Jadi berangkatlah kami ke TKP.
Sampai di sana, DOOONG, yang datang baru dikit. Kami berpandangan, sebisa mungkin menahan tawa. "Tau gini, kita ke warnet dulu aja," ucap Asutarin. Aku mengangguk, grogi. Seperti yang kubilang, aku merasa garing. Lalu temen-temen lama Laila berdatangan. Arin yang cukup akrab dengan mereka langsung ikut menyambut. Lha aku? Kenal juga enggak. Cuma sekedar tau nama mereka. Dan, ya ampun, mungkin mereka bahkan nggak tau namaku.
Arin yang simpatik lalu menemaniku yang berada dalam jurang kegaringan; ikutan garing. Kami kemudian membicarakan kami yang datang dengan tangan hampa.
"Nggak kok," bela Asutarin, "liat aja yang lain, nggak ada juga yang bawa kado."
"Hehe, iya juga."
Kami pun membicarakan hal-hal lain, misalnya betapa penahan jendela rumah Laila menyodok rusukku. Ati datang, dan aku menguping pembicarannya dengan Asutarin.
"Di kelas ada sekitar 5 sampe 7 cewek yang suka sama dia,"jelas Ati.
Kuis: Siapakah yang mereka bicarakan?
Ting-tong! Jawabannya: Adik pertama Asutarin, Tito.
Beberapa saat kembali garing. Lalu Arin menyodok rusukku, sambil menahan tawa.
"Bppph... Coba liat tas Ambar (temen lama Laila yang tadi datang)."
Aku menoleh dan melihat... ada sesuatu yang terbungkus rapi dengan kertas manis bergambar warna-warni. Kado.
"Jangan-jangan, itulah fungsi mereka bawa tas," ujarku sambil memandang teman-teman Laila dan tasnya. "Buat bawa kado."

1 comment:

  1. Des...
    Kw ne nulis nama aq salah!
    Bukan 'Ovi' tapi 'Ovie'!
    Hehe..
    Ovi terkesan terlalu singkat dan tag kece..
    hehe..
    .
    sian bgdh sih xan..
    apalagi kw, des..
    malang benar gag berada dalam zoma kegaringan.
    hha..
    -vie

    ReplyDelete

What do you think?