Monday, October 22, 2012

Penyangkalan

Aku menarik napas panjang, berusaha menjernihkan pikiranku yang tiba-tiba saja berkabut, lalu menyetop taksi yang kebetulan sekali sedang menurunkan penumpang tepat di hadapanku. Diiringi lambaian tangan staf hotel, aku membanting pintu taksi dan mengempaskan diri di jok belakang, napas memburu.

Supir taksi menanyakan tujuanku, tapi aku belum sanggup berbicara. Aku cuma memberi isyarat untuknya terus saja, terserahlah ke mana, toh dia juga diuntungkan dengan argometer yang terus berjalan. Selanjutnya aku mengatur napas yang tinggal satu-satu karena dadaku terasa sesak, sakit sekali.

Beginikah rasanya?


Kepalaku pusing, perutku mual, dan rasanya ada yang menusuk-nusuk jantungku dengan benda tumpul yang tidak kelihatan. Aku belum pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya. Inikah yang mereka sebut patah hati?

Mendadak, aku menyesali tindakanku. Seandainya hari ini aku bersikap seperti biasa saja, menghargai privasinya dengan tetap tidak peduli seperti biasa, karena aku percaya padanya sepenuhnya. Seharusnya kubiarkan saja Blackberry-nya berdering di atas meja, karena makan malam romantis dalam rangka perayaan hari jadi kelima ini tidak perlu diganggu urusan bisnis sepenting apapun. Seharusnya aku tidak terlalu penasaran. Seharusnya aku tidak mencari tahu terlalu banyak. Seharusnya malam ini tetap sempurna.

Sebentar... Mungkin aku yang berlebihan. Mungkin rasa sakit yang kusebutkan tadi cuma bayanganku saja. Kuatur lagi napasku, dan kujernihkan otakku sejenak. Ya... aku tidak harus patah hati, tidak begini.

Seharusnya aku bahagia, bukan? Karena aku tahu sekarang, bukan nanti-nanti. Aku seharusnya baik-baik saja karena banyak laki-laki lain yang belum kutolak dan masih mengantri di sana. Tinggal pilih karena yang jauh lebih baik dari dia juga pasti lebih banyak. Dan aku masih aku yang biasa, hidupku masih akan menjadi sasaran keirian mereka semua... tidak akan ada yang berubah hanya karena sekarang dia tidak lagi ada.

Lalu aku teringat alasanku berlari dengan high-heels setinggi 9cm dan buru-buru menuju lobi. Persetan dengan logika. Aku patah hati. Dan demi rasa sakit yang masih menikamku dari dalam ini, aku akan menangis sepuas-puasnya.

4 comments:

What do you think?