Tuesday, July 08, 2008

Happy Three Friends

Aku bukannya mau ngomongin tupai-tupai lucu sadis (klik untuk lihat videonya), itu mah Happy Tree Friends, tapi ini tentang aku. Jelas ya, ini kan blogku.

Beberapa hari yang lalu aku jalan sama dua sohib lamaku, Lia dan Denata.
Dari pertemuan singkat sarat tawa tersebut, aku bisa mengambil sebuah kesimpulan: Jalan sama Lia dan Denata berarti membuang jauh-jauh apa yang disebut dengan ‘jaim’.

Waktu itu aku pernah menulis tentang ditegur om-om penjaga Gramedia gara-gara numpang baca sambil duduk di lantai.
Itu baru sama Lia. Kali ini ditambah Denata.

Seperti lumpang dan alunya, mereka bersatu padu demi melakukan hal-hal yang bakal dihindari lihat oleh ibu-ibu hamil.
Maka aku, terjepit di tengah, terbawa arus deras yang akan membawaku terjun ke jurang Niagara.

Okeh, tadi itu hiperbola. Mari kuceritakan yang sebenarnya.

Petualanganku dimulai sejak aku melangkahkan kaki di halaman parkir mal. Sendirian.
Kami janji pukul satu siang dan saat itu lewat dua puluh dua menit dari waktu yang seharusnya.
Aku sama sekali tidak merasa bersalah. Toh mereka hampir dapat dipastikan datang lebih telat daripadaku.

Dan benar saja, saat aku sampai di depan pintu masuk, tak kulihat tanda-tanda keberadaan mereka.
Rasanya beberapa ibu-ibu, mbak-mbak, dan om-om sempat memandangku aneh.
Mungkin karena seorang cewek datang sendirian ke mal dan sebelah mata cewek itu tertutup poni sehingga tampak seperti Sadako.
Yah, poni panjang ditambah wajah tanpa ekspresi ini memang ampuh sekali untuk membuat beberapa teman (kira-kira, mm, delapan belas orang) mengataiku seram atau bahkan hantu.

Mengatasi rasa malu karena dipandangi (sayangnya bukan oleh Toma) dan daripada lebih malu lagi karena menunggu di depan pintu seperti pembagi kupon FunStation, aku pun melangkah pasti ke dalam dan menuju toilet wanita.
Sayangnya di toilet lebih buruk.
Karena aku berdiri di dekat pintu toilet, maka setiap orang yang baru masuk akan melakukan ritual memandangku beberapa jenak, barulah menghampiri wastafel atau mencari toilet mana yang kosong.
Aku memperkuat keberadaan diriku sebagai botol karbol raksasa dengan mulai menelepon Lia dan Denata yang tak kunjung datang.

Teleponku tak diangkat.
Aku mencoba berpikir positif bahwa mereka mungkin masih di jalan, bukannya ketiduran dan baru akan berangkat dua setengah jam kemudian.
Dua-tiga kali mencoba, akhirnya berhasil. Denata sudah sampai.
Aku menemukannya di depan pintu, menggenggam kupon “Gratis 1 (satu) Koin di Funstation”.
“Lia mana?” tanya Denata dengan aksen Melayu yang kusensor paksa.
“Belum datang.”
“Tunggu di luar aja, biar gampang nyariin dia. Kali aja dapat kupon ini,” ia mengangkat kupon FunStation-nya, “lagi.”
Maka kami pun menunggu di luar.
Beberapa menit berlalu, dan Lia tak juga datang.
Denata berkata pengin ke toilet dan kami pun masuk lagi ke dalam.
Dan tak lupa, om-om pembagi kupon menyodorkan kupon FunStation ke Denata. Lagi. Dia dapat dua kali.
Padahal aku dapat satu saja enggak. Sungguh suatu penghinaan terhadap wanita berwajah seram.

Akhirnya Lia datang dan angin membawa kami melangkah ke Gramedia.
Saat pede melangkah meski tahu nggak bakal beli, Lia dikejar petugas.
“Mbak, tas-nya musti dititipin.”
Maka Lia dengan bengis menunjuk tas milik Mama dengan wajah penuh kedengkian.
Tasku tak perlu dititipkan.

Setelah capek keliling dan mempermalukan diri (Denata terang-terangan bilang, “Liat-liat jak, tak usah beli,” tepat saat melewati seorang pramuniaga. Bagus, baguss, sekali) kami memutuskan untuk minum karena haus sekali.

Masalah kembali datang.
Karena kami termasuk makhluk super ultra medit yang pernah hidup di dunia, kami pun bingung mau minum di mana karena ini mal, dan semua sarana minum di sini—kecuali keran toilet—memiliki daftar menu yang membuat otak medit kami berontak.
Solusinya: beli minuman di Hypermart, terus di minum sambil jalan.
Sebenarnya aku menolak ide ini, tapi karena kalah suara, maka terpaksalah ikut.

Setelah puas belanja dan ngetawain bencong, kami pun mencari tempat duduk.
Terjadi perebutan psikologis kursi yang seru antara kami dan seorang bapak-bapak solo karir, dan akhirnya dimenangkan oleh kami, mungkin si bapak terintimidasi.

Lalu demi mengabadikan kesempatan jalan bersama yang jarang sekali datang ini, maka kami pun bermaksud membeli oleh-oleh barang yang sama untuk kami bertiga di toko aksesoris cewek.
Di toko mah hampir sejam, ngomentarin barang-barang yang ada.
Entah mahal lah, norak lah, apa lah, pokoknya komen.
Dan akhirnya cuma beli pin kayu bentuk kepala panda yang harganya nggak sampe lima ribu rupiah.
Itu juga buru-buru belinya gara-gara dipandangin terus sama salah satu penjaga toko, risih kali dia, abisnya kita ribut banget dan ngacak-ngacak barang jualan.

Setelah itu sempat numpang duduk di toko sepatu (bayangkan, numpang duduk!), barulah kami keluar dari mal.
Karena laper, motor pun melaju ke Digulis.

Otak medit kembali beraksi saat memesan makanan.

Diskusi sebelum mencatat pesanan

(Ket: A=Aku, D=Denata, L=Lia)

A: Pesan apa nih? Aku sih nasi goreng telor yah, abis yang paling murah.
D: Paling murah? Okeh, aku pesan itu juga.
L: Tunggu, ini ada yang lebih murah, nih.. “Indomie Goreng Tante”! Rp 4000 aja!
D: Eh, iya... Tapi masa indomie lagi. Pake tante lagi. Aku nasi goreng aja lah.
L: Ya udah, aku juga kalo gitu.
A: Minumnya apaan? (ngeliat menu)
D: Yee, sok-sok ngeliat menu. Paling-paling pesennya teh es.
A: Iya juga, sih. Udahlah teh es aja.
L: Entar, ini ada yang bagus ni, murah lagi.
A&D: Apa? Mana? (ngeliat menu)
L: Rp 500, AIR PUTIH ES

Dan akhirnya kami bener-bener pesen itu.
Air putih es.




Oh iya, aku menemukan jawaban tentang template blogku yang warnanya putih-merah ini.
Dulu aku mikir, kenapa putih-merah? Aku nggak terlalu suka putih, apalagi merah.
Lalu aku tersentak.
Blog ini namanya Kandang Mikochin.
Mikochin.
Miko.
Seperti yang kubilang, miko adalah gadis penjaga kuil jinja.
Dan tebak apa warna pakaiannya.
Putih-merah.

Apakah ini... Jangan-jangan ini..., ooooh, takdir???

7 comments:

  1. hwakakakak..
    lucu bener sih des.
    kw ne pandai jak merangaki kata" dalam menulis.
    jangan-jangan...
    bakat terpendam!
    -vie

    ReplyDelete
  2. Anonymous4:45 AM

    baca tulisanmu, serasa membaca tulisan seorang teman yang sangat amat aku kenal tulisanne.

    btw, serius tuh air putih doank dihargai gopek?? ahhh parah, tapi lebih parah orang yang mau beli air putih itu, hahahahaha.di jogja mah aer putih 1 ceret, GRATIS TIS TIS.

    ReplyDelete
  3. Anonymous5:33 AM

    air putih es aja 500.. wiihhh.. mahal yak... eh eh.. merah putih khan bagus tuh.. MERDEKA!! :D

    ReplyDelete
  4. Anonymous8:46 AM

    kenapa si pitung tertangkap?
    TAKDIIRR..

    engganyambung.com

    hidup indonesia raya!!!!

    ReplyDelete
  5. wekekekek......
    Emank yang paling murah meriah mantep itu AER PUTIH tapi ko' harganya gopek? Gua beli itu malah GRATIS.

    Huahahaha HIDUP GRATIS!!!

    ReplyDelete
  6. Anonymous9:39 AM

    Halah..... sial banget deh... kirain mau ngeshare film happy three friends....

    salam kenal yah..

    makasih dah mau mampir ke blog ku

    ReplyDelete
  7. Anonymous9:47 AM

    hmm... bener juga.. Miko bajunya warna merah putih, pinter juga ni cari alasan :)

    Trus ada alasan yang blum dijelasin ni... kenapa headernya stroberi?

    ReplyDelete

What do you think?