Sore ini, ritme hidup saya berubah drastis.
Awalnya saya adalah si bingung-mencari-kegiatan-apa-untuk-menghabiskan-waktu-tapi-nggak-menghabiskan-duit-di-kota-orang. Kemudian menjadi si kelabakan yang lempar-lempar barang, badan, dan uang yang ditukarkan selembar tiket pesawat terbang.
Pesawat berangkat pukul enam besok pagi, dan taksi sudah dipesan datang sejak pukul setengah empat. Keberangkatan terpagi saya menuju bandara.
Hei, saya akhirnya akan pulang. Dan tak seperti biasanya ketika saya pulang untuk liburan; kali ini saya pulang untuk bekerja.
Sedihkah saya meninggalkan Jakarta? Mungkin. Atau tidak juga. Saya lebih sedih meninggalkan beberapa teman terdekat saya yang harus tetap mengadu nasib di Jakarta. Juga kehilangan tempat dan alasan untuk berkumpul bersama teman-teman dekat lain yang bekerja di kampung halamannya masing-masing. Saya akan melewatkan banyak momen. Pun meninggalkan banyak kenangan.
Tetapi tahukah kamu apa yang membuat saya lebih sedih? Ketika jarum jam semakin mendekat menuju angka dua belas dan saya sama sekali tak mengantuk. Saya bahkan ditinggal Mifta tidur ketika sedang asyik curhat-curhat manja. Dan yang lebih parah lagi... pakaian untuk dipakai besok dini hari yang menuntut untuk saya setrika.
Sayonara untuk jam tidur saya yang terpaksa harus digadai dan ditebus besok malam saja.
No comments:
Post a Comment
What do you think?