Sunday, March 23, 2014

Snippet

Hujan yang telah kuamati selama lima belas menit penuh dari balik jendela kaca tebal kamarku akhirnya berhenti, tetapi rasanya aku terlanjur enggan untuk beranjak. Udara masih dingin dan lembab, dan pelukan selimut di tubuhku terlalu nyaman untuk dilepaskan. Namun, lengkingan ponsel yang bergetar di tangan mencegahku untuk meringkuk lebih dalam di bawah selimut dan bergelung di sana hingga pagi menjelang. 

"Halo?"

"Hujan sudah berhenti. Cepat kemari atau akan ada kekacauan besar, yang dapat kupastikan penyebabnya adalah kau."

Rio tidak pernah mengerti adab berbicara di telepon, bahkan untuk sekedar berkata 'halo'. Aku mendesah, menendang selimut dengan kakiku hingga terlempar ke lantai, dan merasakan udara dingin menyergap tubuhku yang hanya berbalut daster tidur kesayangan. "Baiklah, dua puluh menit lagi aku sampai. Itupun kalau jalanan lancar. Kau tahu, seperti biasa hujan selalu mendatangkan kemacetan."

"Omong kosong. Kau akan sampai dalam lima belas menit. Sudah kusuruh orang menjemputmu sejak hujan berhenti tadi."

"Orang?" Aku menelan ludah. Orang-orang Rio tidak pernah membuatku merasa nyaman. "Biar kutebak, Bobby?"

"Yep," jawabnya singkat, lalu dengan satu klik cepat memutuskan sambungan.

Friday, March 07, 2014

Pelangi


Kamu tahu mengapa saya suka pelangi? Bila belum, mari saya bagi ceritanya padamu.

Pada suatu hari, sehabis bermain lompat tali dengan teman-teman sebelah rumah di pekarangan sekolah seberang jalan, saya mencoba menjadi sedikit nakal. Ibu bilang saya sudah harus pulang sebelum jam tiga, tetapi saya masih belum puas karena anak-anak tetangga mau lanjut bermain petak umpet di lorong-lorong kelas yang terkunci. Sekali itu saja, pikir saya. Saya bosan jadi anak yang paling bodoh dalam permainan karena terlalu banyak diam di rumah dan duduk membaca.

Seorang yang mendapat giliran jaga mulai menghitung sampai seratus dengan kecepatan mobil formula. Saya dan yang lainnya buru-buru berlari mencari tempat persembunyian. Beberapa memilih bersembunyi di balik pintu. Atau di kantin yang gelap. Saya tak suka tempat biasa. Saya melompat dari lantai panggung bangunan sekolah dan bersembunyi di bawah lantai. Mereka bilang di bawah ada biawak dan ular sawah, tetapi saya tidak takut. Setahu saya biawak tidak makan manusia, jadi menurut saya makhluk itu hanya sekedar cicak berukuran besar dan panjang. Ular sawah? Saya tidak percaya. Tanah di bawah gedung sekolah lebih cocok disebut rawa dibandingkan sawah yang ada padinya.