Thursday, December 19, 2013

Kasual

Entah patut dibanggakan atau tidak: aku mampu mengenalinya dari kejauhan, bahkan di tengah kerumunan orang. Di mataku ia tampak bercahaya, sehingga dengan mudah aku mengikuti sosoknya yang ramping menyelinap di celah-celah keramaian. Bibirku mulai menyunggingkan senyum yang tidak bisa ditahan.

Pertemuan.

Aku bertemu dengannya beberapa kali dalam sehari. Kebanyakan hanya papasan singkat di jalan, disertai anggukan singkat dan senyuman tipis seadanya. Ia tahu namaku dan aku tahu namanya. Hubungan yang sangat kasual dan sederhana.

Belakangan, rasanya ada yang kurang. Raut wajahnya tampak tak fokus saat kami berpapasan, sehingga jangankan balas menyunggingkan senyum, ia mungkin tak sadar bahwa aku sedang menatapnya dengan senyum terbaik yang ku punya. Ia hanya berlalu, lewat begitu saja, dan yang kudapat hanya samar-samar bau parfumnya. 

Aku tidak pernah meminta banyak. Hanya sedikit senyum dan sapaan singkat sudah jauh lebih cukup. Tetapi ketiadaan keduanya membuatku merasa kehilangan yang besar. Satu bagian rutinitas mendadak menghilang. Satu bagian hati rindu memuja. Dan satu hal yang kutahu; aku harus melakukan sesuatu.

Sunday, December 08, 2013

A Little Escape

A joyful trip with Seksi Pelayanan, November 30th, 2013.
(too lazy to write, so let the photo speaks for itself)

Tanjung Bajau, Singkawang
Fun fact: these three are triplets :3
The focus is altered (read: failed). Look at how our faces are blurred while the stone is crystal clear.

Group picture, in front of Godzilla fighting off a giant octopus. Can we interpret it as us against the 'WP bandel'?
Actually, there are still more pictures, but I won't bore you with those. I'm still keeping my anonymity promise, anyway. :p

Saturday, October 26, 2013

Monolog Sabtu Sore

Jadi bingung hari Sabtu dan Minggu mau ngapain. Sudah dua minggu ini ikutan lembur di kantor, tapi masih saja punya stok berjam-jam bengong di kamar sambil menatap layar laptop. Sedihnya tinggal di rumah ya ini; uang ada tapi nggak tahu harus dihabiskan ke mana. Hahaha, kedengarannya sombong, ya. Tapi kurang lebih memang begitu. Kebalikan banget dengan waktu masih di ibukota.

Bersyukur aja, Mik.

Iya, saya bersyukur banget loh. Bisa magang homebase, jadi nggak perlu mengeluarkan biaya tambahan buat ngekos ataupun makan di luar. Bisa puas-puas peluk Mama atau nonton bola bareng Dedek dan Papa. Jarak rumah ke kantor juga nggak terlalu jauh, sehingga kalau berangkat pukul 7.20 pagi juga masih nggak telat absen fingerprint. Belum lagi lingkungan di tempat kerja sangat-sangat-sangat kecil berpotensi membuat capek hati. Orang-orangnya baik dan asyik pake banget. Malah saya pernah berbincang personal dengan salah satu ibu AR dan mendapatkan banyak sekali petuah hidup yang patut dijadikan pedoman. Salah satunya: cara supaya suami nggak bakal kepikiran untuk cari wanita simpanan. (Want to know? Just message me. ;) ) 

Kenapa masih mengeluh?

Apa, ya... Hmm. Namanya juga manusia, selalu saja punya celah untuk dikeluhkan. Kali ini, kurangnya hiburan yang harus jadi kambing hitam. Resiko tinggal di kota kecil, ada keterbatasan sarana hiburan. Cuma ada mall, alun-alun yang terlalu ramai dan banyak alay, dan entah apa lagi. Nggak ada gunung atau pantai. Dan yang lebih parah lagi: nggak ada teman! Sebenarnya ini yang paling fatal. Mengutip commercial tagline Malaysia Airlines sih, "Journeys are made by the people you travel with." Mau tempat se-dull apapun kalau barengannya asyik ya bakalan asyik juga. Masalahnya, teman-teman paling asyik saya nun jauh di sana. Lalu saya harus sama siapa? Ada, sih, teman yang di sini. Tapi kesibukannya beda, sehingga jadwal juga susah match. Belum lagi topik obrolannya yang sudah susah nyambung.

Lah. Sebenarnya, solusinya sudah kamu sebutkan sendiri, kok, Mik. 

I-iya juga, sih. Teman lama, kan? Justru dengan teman lama, malah makin banyak topik yang bisa dibicarakan karena lama nggak bertemu atau bertukar kabar. Saya nya aja yang malas, gengsi, dan enggan menghubungi duluan untuk menyusun jadwal ketemuan. Padahal, kan, menyambung silaturahmi itu salah satu bentuk ibadah.

 Bagus deh kalau sudah mengerti. Oh iya, satu lagi, kamu kan punya hobi. Menulis, misalnya.

Ups. Untuk yang satu ini saya cuma bisa sembunyi dibalik tumpukan draft posting, cerpen, novel, dan draft-draft yang lainnya. Saya lupa caranya nulis! Bukannya dulu pernah bisa, sih. Tetapi apa ya, passion-nya itu kok, rasanya perlahan-lahan meredup. Apa karena sekarang saya sudah jarang-jarang baca buku, ya? Masih banyak buku yang belum selesai di baca di samping tempat tidur. Padahal dulu sebulan saja bisa habis berbuku-buku. Otak saya mengkerut. Huft.

Nah, ternyata banyak kan yang bisa kamu lakukan biar nggak bengong di Sabtu-Minggu? Apalagi yang mau dikeluhkan?

Hehehe. Iya. Terima kasih sudah diingatkan. Sebenarnya saya sudah tahu, tetapi berubah jadi ketidaktahuan karena ditumpuk sejuta alasan. Mengeluh itu nyaman, tetapi sama sekali tidak mendewasakan. Pada akhirnya, hanya diri sendiri yang bisa menyadarkan. Termasuk dengan monolog bodoh yang dengan pedenya saya publish di blog personal. 

Ah, itu kan alasanmu saja buat kejar setoran postingan.

Duh, ketahuan. Tapi saya janji akan mulai menulis lagi, meski hanya flashfiction bodoh dan gombal seperti biasa. Daripada bengong, kan, ya.

Monday, September 30, 2013

Sayonara

Sore ini, ritme hidup saya berubah drastis. 

Awalnya saya adalah si bingung-mencari-kegiatan-apa-untuk-menghabiskan-waktu-tapi-nggak-menghabiskan-duit-di-kota-orang. Kemudian menjadi si kelabakan yang lempar-lempar barang, badan, dan uang yang ditukarkan selembar tiket pesawat terbang.

Pesawat berangkat pukul enam besok pagi, dan taksi sudah dipesan datang sejak pukul setengah empat. Keberangkatan terpagi saya menuju bandara.

Hei, saya akhirnya akan pulang. Dan tak seperti biasanya ketika saya pulang untuk liburan; kali ini saya pulang untuk bekerja. 

Sedihkah saya meninggalkan Jakarta? Mungkin. Atau tidak juga. Saya lebih sedih meninggalkan beberapa teman terdekat saya yang harus tetap mengadu nasib di Jakarta. Juga kehilangan tempat dan alasan untuk berkumpul bersama teman-teman dekat lain yang bekerja di kampung halamannya masing-masing. Saya akan melewatkan banyak momen. Pun meninggalkan banyak kenangan.

Tetapi tahukah kamu apa yang membuat saya lebih sedih? Ketika jarum jam semakin mendekat menuju angka dua belas dan saya sama sekali tak mengantuk. Saya bahkan ditinggal Mifta tidur ketika sedang asyik curhat-curhat manja. Dan yang lebih parah lagi... pakaian untuk dipakai besok dini hari yang menuntut untuk saya setrika.

Sayonara untuk jam tidur saya yang terpaksa harus digadai dan ditebus besok malam saja.

Wednesday, July 31, 2013

After Two Years

She had to be punctual, even though it was more for her satisfaction as a perfectionist than for practical reasons. She hated to deal with the consquences, though. As for now, she sat alone on a big round table in a family restaurant, waited for her ex-classmates from two years ago to appear before her eyes. She knew for sure they would be late; they always did. But she couldn't bring herself to arrive even one minute later than the promised time because she was sure if she let herself do it once, it would slowly become a habit. And she frightened just by the thought of it.

She watched the front door swinging as customers came in and out. No faces she recognized. She checked her cellphone for time and it was already twenty five minutes since she had sat like a fool. The waitresses kept glancing at her; a mixture of annoyed look and sending a pity.

"Ata?"

She turned around and found a tall, well-built man walking toward her direction. He smiled, and his bright eyes disappeared into thin half circles of uncolored rainbow. She couldn't help herself. She recognized that face, she still would even if she saw him from afar, with or without her glasses. It had been two years--and she admitted she had changed so much since then--but some feelings were meant to remain unchanged.

"Hi." She instantly stood up. "Bari, long time no see."

"Yeah. Two years, if I'm not mistaken?"

"You're not." She smiled. "Please, sit. I have been sitting alone waiting for you guys, but twenty five minutes went by and you're the only one showing up."

"Oh, so you're not happy to see me here? That hurts. Maybe I should head back home..."

Suddenly, her pupils dilated. Did she just blow things up? "No, I'm sorry, please just--"

"Haha, it's okay, Ata, I'm just kidding. I'm staying with you."

And she could not stand grinning like an idiot. Well, this was happening. Back in two years ago, who would have thought she could hold a conversation with him longer than two words variation of yes and no.

"Ah, it's raining," she said. Both of their heads turned to view the window. Outside, the rain started to pour  heavily, blurring the thick glasses of window and blocking their vision to whatever happened in the other side of the wall. She let out a sigh. "They're gonna be so much late."

"What a bummer."

She glanced beside. Somehow, there was no subtle indication of him being irritated at all.

--------

Friday, July 12, 2013

Special Snowflake Syndrome

From Urban Dictionary:

‘Special snowflake’ syndrome, is a disease in which the subject believes that because she occupies a subculture mildly different to the mainstream, she is inherently better, and above them. The subject will never state that she is better, but it is implied, as is the belief that she is rare in her qualities, despite, in reality, being an only slightly less common cliche. 
Subjects suffering from this syndrome have been known to make statements such as “I’m the girl who’d rather stay home reading Harry Potter than get drunk and get sweet hooks", and will frequently act as if she is under tremendous pressure to act like a ‘typical girl,’ not realizing that ‘typical girls’ are a myth, and those she looks down upon are not what they seem.

There are some people I know suffer from this syndrome. Heck, maybe I also suffer from one at some point. But, ehm, well, at least I'm introspecting. And that is exactly the reason why I want to raise awareness of this questionably legit mental illness, because it could turn you into an annoying person without you even realize.

So, girls (and in some cases, also boys), you're not that special just because what you do/like/hate/are is somewhat faintly different than the others. There are 6 billions people in this world; you could not be just the only one.

Friday, June 28, 2013

Smoky Girl

I feel like sharing this video just because I can.


But, seriously, I love it. The song is great, the dance is sleek, and they look good, especially the one with fedora+bunny teeth and the pink-haired guy.

You may think I want to trap you into Kpop fandom. I don’t. This is one of the few Kpop songs I don’t feel embarassed to share to my non fan friends, so I hope you would like to give it a listen.

Friday, June 21, 2013

Pilihan

Semalaman aku habiskan untuk mengendapkan pikiran. Tidak di rumah. Sengaja aku pergi berbekal sebuah tas ransel sekolah yang berisi laptop dan pakaian ganti ke sebuah hotel bintang empat di pusat kota. Kondisi kamarku cenderung memberi efek distraksi, sehingga aku lebih memilih mengeluarkan sedikit biaya ekstra demi mendapatkan ketenangan dan kenyamanan, serta kupon sarapan buffet di restoran hotel mahal.

Sesaat sebelum bersiap untuk check-out dari hotel, aku meraih ponselku. Berulang kali aku meyakinkan diri untuk tidak lagi meragu: aku mengambil pilihan yang benar, aku tidak akan menyesal. Nada sambung yang akhirnya terdengar membuat jantungku berdebar jauh lebih cepat.

“Halo?”

“Aku mau,” sambarku cepat, tanpa basa-basi. Takut kalau-kalau terlalu lama bisa membuatku berubah pikiran lagi.

Ada jeda sementara, mungkin untuk mencerna kata-kata yang kulempar begitu saja.

“Oh,” ucapnya akhirnya. “Baguslah, kalau begitu.”

“Iya, kan?” Aku setengah tertawa. Lega rasanya.

“Jadi, mau yang abu-abu atau hitam putih?”

“Apa?”

“Sebenarnya, anak kucing persia yang mau diberikan untuk diadopsi ada dua, yang abu-abu garis hitam dan putih totol hitam. Kamu mau aku bawakan yang mana?”

Aku terdiam, tidak mampu berkata apa-apa.

“Halo?”

Sepertinya aku butuh satu malam tambahan untuk mengendapkan pikiran di hotel ini, lagi.

Sunday, June 09, 2013

Pertanyaan Penting

Hari Kamis kemarin saya datang ke acara resepsi pernikahan seorang teman sekelas waktu SMA dan bertemu beberapa teman lama. Dan bagi yang udah baca blog saya dari jaman-jaman alay (sekarang juga masih): iya, saya ketemu Si Cemen. Hahaha. 

Sejujurnya saya belum pernah bertemu dengannya sejak kira-kira 4 tahun yang lalu, juga nggak berteman di sosial media manapun. Tapi ternyata dia tahu saya kuliah di mana. Apa ini berarti saya populer? Atau jangan-jangan... dia baca blog saya?? *brb gali kubur*

Omong-omong, bukan Si Cemen yang ingin saya bahas di posting kali ini. Bukan pula tentang teman-teman seangkatan saya yang satu persatu sudah mulai menikah, sementara saya datang sendirian ke kondangan padahal di kartu undangan jelas ditujukan kepada Saudari Miko/Partner. Sebenarnya nggak sendirian juga sih, tapi teman saya yang janjian mau masuk ke gedung bareng masih belum datang juga, sehingga saya bengong di parkiran dan saya curiga tukang parkirnya ge-er saya ngeliatin dia padahal saya sedang menatap jalan raya penuh harap akan kedatang sang teman tercinta. Akhirnya saya memutuskan masuk sendirian dan mencari teman di dalam sana, syukur-syukur sekalian ketemu teman hidup. Penyambut tamu yang saya salami nampaknya heran karena saya datang sendirian. Mudah-mudahan tampang saya keliatan muda ya, karena sesungguhnya masih mending dikira jomblo daripada dikira janda.

Thursday, May 23, 2013

Monochrome

I sort of hate myself tonight.

I can't seem to like the performance of the band, which is by the way, in my normal condition I would regard as awesome since they play my favorite songs, wear suits, and have no overacting stage act.

Same goes with the food. They have a special buffet for vegetarians and the bruschetta looks incredibly delicious, but I wonder where the heck my appetite goes.

And the people. Ugh, the people. I appreciate their effort to be kind, but it doesn't mean everyone should come up to me and ask the exact same question as the person before. Can't they look at me and tell it to themselves that, yeah, I'm happy, and of course I would since they throw this party for the sole purpose of congratulating my promotion as a partner?

Except I'm not. When I said I hate myself tonight, it's not only because I'm having a hard time to enjoy this special party thrown just for me.

It's because this cursed brain of mine can't help but thinking:

Would this party be more bearable if you were here?

Friday, May 17, 2013

3M

Di suatu perjalanan, mata saya tak sengaja menangkap sebuah baliho besar yang berisikan himbauan anti perkembangbiakan nyamuk dengan slogan 3M yang terkenal itu. Tertulis besar-besar di sana, di samping foto profil seseorang yang mengacungkan tangan simbol penyemangat--mungkin pejabat tinggi di daerah bersangkutan: Menguras, Menutup, Mengubur.

Biasa saja, bukan? 

Tetapi entah kenapa di kepala saya tiga kata tadi menjadi terlalu berbau kriminal.

Menguras =  korban dilucuti harta bendanya hingga habis tak bersisa;
Menutup =  korban perlu dibungkam agar tidak menceritakan kejadian yang dialaminya pada siapapun apalagi melapor ke pihak yang berwajib, hingga akhirnya berlanjut pada tahap;
Mengubur = jasad korban yang telah ditutup mulut untuk selama-lamanya lalu harus disembunyikan demi mengaburkan bukti-bukti yang bisa mengungkap perkara.

Tiba-tiba ingin bergabung dengan Sat Reskrim Polres terdekat rasanya.

Tuesday, April 23, 2013

Proposal

Seashore. White sand between her toes. Clear blue sky and a little shade darker blue sea. Sea breeze blowing strands of hair which loosely fall from her ponytail. And Ren.

This is what she has been imagining in the last 7 years. This is what she has been praying all night and keeping in mind just a moment before she falls asleep. She wants this... no, she craves for this. She always thinks this is the key to give her happines for the rest of her life.

Now that the thing happens right before her eyes: is it, though?

“Kat?”

Kat snaps back to her right mind. She shifts her eyes from the cloudless sky to the person in front of her. “Um, yes?”

“So the answer is yes?” His eyes suddenly gleam with glee.

“No...” She is confused. And when she sees the eyes of the man kneeling before her suddenly lose sparks, she knows she should say something more. “I mean, I’m not saying yes or no—not now, Ren. I can’t... I can’t get my mind together right now.”

Thursday, April 18, 2013

Just Remember...

When I feel disappointed about my life, I'll just remember that there are still people who are more than willing to swap place and live the life I'm in right now.

Then, I will start being happy again. :)

Monday, April 15, 2013

Sedikit Unek-unek

Selama tiga tahun tinggal jauh dari keluarga di—pinggiran—ibukota membuat saya terbiasa pergi kemana-mana dengan kombinasi jalan kaki ditambah transportasi massal. Yah, kecuali kalau kemalaman atau tertinggal jadwal, maka terpaksa naik taksi. Satu-satunya kesempatan untuk menggunakan kendaraan pribadi hanya ketika nebeng teman—atau ditebengin teman, dengan modal kendaraan pinjaman. Itu sebabnya sepatu saya cepat sekali rusak karena terlalu sering dipakai mengejar bis, kereta, atau kelas pagi yang dosennya on-time.

Sekarang saya sudah kembali ke kampung halaman, dan belakangan, sepatu-sepatu saya jadi masih awet karena sudah jarang dibawa lari-larian. Kalau soal sepatu sih bagus, tapi akibatnya otot kaki saya jadi lemah: keliling supermarket untuk belanja bulanan saja langsung pegal-pegal. Solusinya sih, rutin olahraga lari, tetapi saya memang manusia sebatas niat karena akhirnya cuma berhasil dilakukan tiga-empat kali.

Gonzales lebih senang di rumah dibanding jalan kaki,
naik kendaraan umum, atau kendaraan pribadi.

Jadinya saya kangen deh jalan kaki sama naik kendaraan umum. Tetapi jangankan perjalanan jauh, ke warung depan gang saja boro-boro mau jalan kaki. Mungkin ada hubungannya dengan udara panas terik membakar yang nggak manusiawi, sehingga tanpa sadar sebisa mungkin meminimalisasi kontak langsung di bawah matahari. Sok iya banget, ya? Memang. Dan bukan cuma saya loh, satu kota ini juga mungkin berpikiran yang sama.

Saturday, March 16, 2013

Lari Pagi

Ritual yang kulakukan setiap mengawali hari adalah lewat di depan rumahmu dengan kedok pura-pura lari pagi. Tidak luput; setiap pukul enam kurang seperempat aku akan melewati blok rumahmu, setelah mengelap semua keringat di tikungan sebelumnya, berlari dengan setengah kecepatan normal ketika mendekati rumah berpagar hitam abu-abu.

Aku tidak melihatmu di sana, tentu saja. Kamu mungkin masih tergolek malas berselimut di kamarmu yang bertirai tebal dan pendingin ruangan disetel ke suhu paling minimal. Kamu tidak akan tahu bahwa hari sudah pagi menjelang siang, dan akan ada seorang gadis berambut kuncir kuda yang berkali-kali berlari melintas, diam-diam melirik jendela di lantai dua dari balik bahu. Itu aku, tetapi kamu tidak tahu. Sebaliknya, aku selalu tahu tentang aktivitasmu, tentang pesta-pesta sepanjang malam yang rutin kamu adakan tiap malam minggu. Termasuk minuman yang kamu sediakan, gadis-gadis yang kamu bawa masuk kamar, dan belakangan, kudengar pula transaksi tablet-tablet terlarang.

Betapa kejamnya waktu. Lima belas tahun berlalu. Ia mengubah seseorang yang dulu kukenal baik seakan pernah berbagi rahim ibu menjadi makhluk asing yang bahkan tak berbagi dunia yang sama lagi. Padahal aku masih yang dulu, aku masih menunggumu berdiri di depan rumahku mengetuk pintu. 

***

Tuesday, March 05, 2013

Internet Persona

Do you ever have a crush to someone over the internet?

Honestly, I do. The latest is this half-German guy who runs a cool site and thankfully never reveals his self pictures or real name. Hey, don't blame me. Blame their (yes, there have been more than one) internet personas. 

Internet persona is what they call for your identity or the way you behave on the internet. I'm sure you must have at least that one person on Twitter following who shows up every time you open the timeline, but in real life you may never hear him/her speaking. Or that one guy/girl you think as nice and sweet suddenly turns to be a cursing machine. 

Saturday, February 23, 2013

Moving On

“Aku sudah nggak suka lagi sama kamu.” 

Akhirnya kukatakan. Sudah lama kusadari bahwa perasaanku terhadapnya kian memudar, namun sesuatu terjadi tadi pagi. Aku terbangun, membuka mata yang tiba-tiba cemerlang, dan entah bagaimana aku tahu pasti perasaanku padanya sudah sama sekali hilang. Dan bukan aku namanya kalau tidak segera ambil tindakan atau memendam-mendam sesuatu seolah tidak pernah terjadi apa-apa. 

Ia tidak berbicara, tentu saja, hanya menatapku dengan tatapannya yang dulu membuatku tergila-gila. Dulu. Terdengar sangat jauh, seakan sudah lama sekali hal itu terjadi. 

Aku mengabaikannya, lalu mulai sibuk mengemasi barang-barang kenangan dan memorabilia. Aku menyimpan banyak sekali hal-hal yang berhubungan dengannya. Beberapa tersusun rapi di meja belajarku, ditata sedemikian rupa sehingga semua orang yang melihatnya akan tahu bahwa aku menganggapnya sangat berharga. Sekarang barang-barang tersebut sudah tidak artinya, berpindah dari meja belajarku dan laci-laci lemari ke dalam kardus berukuran sedang yang bahkan tidak selera untuk aku rapikan lagi. 

Saturday, January 19, 2013

Anonymity

If you take a little effort to look at my sidebar, you will realize that I have removed my Facebook link. And if you take another extra effort to click at the one which linked to Twitter, you will also realize that I have set my tweets to private (in case you haven't follow me before). No, I don't want to hear the overused joke 'do-you-tweet-nuclear-launch-code' anymore, but, yes, I will give you the answer (let's pretend you're  wondering) why. Drum-roll, please.

Tuesday, January 15, 2013

Repost

I was riffling through my old posts in this blog (it's my 8th year on this blog, can you believe that?) and I found a post from, well, not too long ago. 

I couldn't stress this enough to you: I always write fiction. If it's labeled under the word Scribble, or 10 Hari Menulis Flash-Fiction in my early days, then you should be sure that it's totally, purely, incontrovertibly a fiction. So please don't go asking me if that was my real story or not, or 'kepo'-ing me, or teasing me then saying I was 'galau'. Because I wasn't. It was a form of expressing feelings, just like people singing. For me, it's writing. Yes I did sing too, but my singing was terrible--horrible.

Sayang, Kamu Tidak Tahu wasn't something I could rephrase, something I could not write all over again. It's a one-time feeling; I wrote it without pausing, and there it was. That time was an exception. I did include some personal story in there more than just a tiny bit. Usually, I included some personal experience, really tiny so if you know me you wouldn't realize I had included it in there, but enough to make me wrote it as if it was real. 

Friday, January 11, 2013

Stockholm Syndrome #1

“Kenapa Stockholm?” Adalah pertanyaan pertama Axel padaku setelah ia menyambutku dan kami berkenalan singkat di depan gerbang kedatangan bandara.

“Aku tidak tahu,” jawabku, mengerjap saat menyaksikan uap keluar dari mulutku saat berbicara. “Kurasa aku hanya... tiba.”

Axel menatapku, kurasa, dengan campuran perasaan antara kesal dan prihatin. Axel Lamont berada di pertengahan umur dua puluhnya, tinggi tegap, pirang, dan harus kuakui, terbilang cukup tampan diantara pria Skandinavia lainnya. Entah karena nasibnya yang sedang buruk atau memang takdirnya sebagai bawahan yang harus selalu patuh, ia ditugaskan oleh atasannya, salah seorang bos di perusahaan asuransi yang secara kebetulan adalah teman mayaku, untuk menjadi pemandu wisata selama aku berada di Stockholm.

Wednesday, January 02, 2013

Love?

“Have you ever been in love? Horrible isn't it? 
It makes you so vulnerable. It opens your chest and it opens up your heart and it means that someone can get inside you and mess you up. 
You build up all these defenses, you build up a whole suit of armor, so that nothing can hurt you, then one stupid person, no different from any other stupid person, wanders into your stupid life...
You give them a piece of you. They didn't ask for it. 
They did something dumb one day, like kiss you or smile at you, and then your life isn't your own anymore. 
Love takes hostages. It gets inside you. 
It eats you out and leaves you crying in the darkness, so simple a phrase like 'maybe we should be just friends' turns into a glass splinter working its way into your heart. 
It hurts. 
Not just in the imagination. Not just in the mind. 
It's a soul-hurt, a real gets-inside-you-and-rips-you-apart pain. 
I hate love.”
― Neil Gaiman, The Sandman, Vol. 9: The Kindly Ones