Wednesday, July 11, 2012

Ceracau


Pernahkah kamu sangat ketakutan, sampai-sampai kamu harus bersembunyi di balik selimutmu, dan masih menggigil sambil berkeringat dingin di baliknya?

Saya pernah. Dan anehnya, saya takut oleh sesuatu yang tidak nyata. Bukan kecoa, bukan hantu-hantuan yang katanya ada penampakannya di sini dan di sana. Sesuatu yang lain, yang rasanya tak perlu lah saya ceritakan detilnya.

Tidakkah kamu menyadari, bahwa hal yang paling mengganggu kita adalah sesuatu yang ternyata kita ciptakan sendiri?

Semuanya cuma sugesti. Permainan pikiran. Imajinasi. Mungkin juga delusi.

Terpusat di pikiranmu. Iya, sepenuhnya milik kamu. Dan semestinya, kamu lah yang memegang kendali. Jadi rasa takut itu, rasa cemas itu... seharusnya tidak perlu ada sama sekali.

Syaratnya cuma satu. Masuk jauh ke balik pikiran kamu... dan pikirkan sekali lagi. Masih sama? Ulangi. Timpa dengan sugesti-sugesti positif yang membuat muntah pelangi. Ya, ya, seperti itu.

Tetapi terkadang saya terlalu malas berpikir dan lebih memilih jalan pintas. Cuma butuh satu tablet, lalu saya tenang dan terlelap. Rasa takut itu, sakit itu, lenyap tak berbekas. Sayangnya, terlalu mahal harga yang harus tubuh saya bayar kemudian.

Saya cuma berharap, semoga kamu tidak menjadi sebodoh itu. Karenanya, tolong berjanjilah dulu.

Silver Lining #1

Uh oh.

Semburat jingga mulai muncul di ufuk barat. Mendadak jantungku berdetak dua kali lebih kencang. Ini sudah memasuki hari ketiga, tetapi percayalah, aku tidak akan pernah terbiasa. Hilang sudah seleraku menghabiskan puding karamel yang tersisa di freezer, malah sekarang perutku mulai bergolak. Mual. Ingin muntah membayangkan apa yang akan kuhadapi beberapa saat lagi. Ragu-ragu kutinggalkan ruang makan kecil yang nyaman ini, dan membisikkan selamat tinggal perlahan pada kulkas yang menghidupiku beberapa hari ini. Aku yakin tidak akan bisa menikmati makanan jadi yang masih tersisa di dalamnya besok atau besoknya lagi karena kuperkirakan pasokan cadangan listrik hanya mampu bertahan tiga hari.

... kalau besok aku masih bisa kembali.

Susah payah aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Menenangkan diri. Menangis sudah jelas tidak ada gunanya. Tangisku pun sudah kering sejak hari pertama, saat aku menyadari bahwa aku benar-benar... sendirian. Setidaknya dalam radius 10km dari sini. Aku sudah lelah berusaha mencari jejak-jejak manusia yang tersisa, namun hal paling mendekati keberadaan manusia yang dapat kutemukan cuma beberapa ceceran darah merah yang masih baru. Manusia yang sudah bertransformasi tidak akan mengeluarkan darah lagi bila terluka, sehingga aku menyimpan sedikit harapan bahwa di luar sana, mungkin sedang bersembunyi dan menyusun strategi, masih ada manusia lainnya yang masih bernapas dan bernyawa.

Thursday, July 05, 2012

Jeruk Pontianak

"Duh, jangan jeruk pontianak, masih ijo-ijo gini. Kan kamu nggak suka asem."

"Jangan salah ya, jeruk pontianak itu emang luarnya ijo. Tapi dalemnya manisssss. Serius, deh."

"Oh, ya?"

"Iya. Nggak percayaan banget, sih."

"Hmm. Berarti kayak kamu dong."

"Kok aku?"

"Luarnya masih kayak bocah, eh, ternyata dewasa."

"....."

"Kenapa?"

"....apa mungkin karena aku orang Pontianak, ya?"