Sunday, September 27, 2009

180 Degrees

Blog ini kembali di buka dengan sebuah press conference.
Ehm! Ehm!
Okeh, saya tau siapapun yang nggak mengenal saya dan kemudian membaca blog ini pasti akan berpikir yang tidak-tidak, cenderung jahat, dan berpikiran pendek. Dan mungkin saya juga akan bertingkah sama.
Yaitu berpikir bahwa... saya nggak lulus SMA.
Karena post terakhir ceritanya tentang ujian SMA, lalu tiba-tiba saya menghilang seperti asap, atau orang yang dikejar urgensi untuk jadi penjual daun ubi.
Saya tegaskan; Saya Lulus SMA!!
Hahahaha. Super nggak penting yah. 
Tapi, actually, saya memang nggak lulus di satu hal. Sekali lagi, bukan SMA, melainkan hal lain yang saya sebut-sebut di post bawah.
Get it?
Yeah, saya nggak lulus USM ITB (now i reveal the fact, finally. Capek make bintang-bintang), dan itu membuat saya sedikit... well, down. Karena teman sekelasku lulus. Despite the fact that he took an intensive "Bimbel Khusus USM ITB" in Bandung, and he is obviously that smart.
Yeah, saya memang cuma ikut bimbel SNMPTN nggak sampe seminggu di Pontianak, belum lagi fakta bahwa saya nggak pintar-pintar amat, tapi tetap saja rasanya sakit hati. Dia teman sekelas saya, lho! Dan kita sama-sama saling ejek; dia manggil saya ITB-girl, dan saya balas manggil dia ITB-boy, tapi SAYA BUKAN MAHASISWA ITB, pada akhirnya.
Mungkin memang bukan sakit hati, lebih tepatnya... malu. Duh. Teman-teman pada tahu pula kalau saya ikut tes itu (karena yang ikut dari satu sekolah cuma seiprit) dan coba bayangkan rasanya saat teman-teman saya tanya hasil tes itu.

Tapi yang paling parah adalah kenyataan kalau saya... ditolak dua kali.
Tertawalah, karena saya juga pengen tertawa kalau teringat nasib sial saya.
Saya ikut lagi tes SNMPTN, dan saya pilih ITB di pilihan pertama, UNTAN pilihan kedua. (jurang antara  pilihan satu terlihat jelas, tapi mau bagaimana lagi, saya udah desperate, yang penting tahun ini bisa kuliah)
Hasil tes, bisa ditebak, saya cuma lolos pilihan kedua.
Yang bikin sakit hati, saat temenku SMS.

Berikut contoh percakapannya.

Lia: Des! Aku liat namamu di koran. Kau lulus y?
Aku: Iye, alhamdulillah. Cuma dapat UNTAN sih.
Lia: Oooh, aku kira kau lulus ITB!

Ada juga percakapan sejenis, tapi melalui telpon dan dilakukan oleh mamaku.

Tante: Chi-chi lulus keh? Wah, selamat lah ye..
Mama: Iya nih, dapat juga dia Informatika UNTAN
Tante: Oh, di UNTAN? Kirain di ITB... Yah nda apa-apa, UNTAN juga bagus, kok.

Ada juga yang seperti ini.

I'a: Ndak nyangka aku Des, kita bisa satu kampus.
Aku: Haha, iye ye. Bosan aku ketemu kau, A.
I'a: Abisnya... kupikir kau bakal di ITB.

...........

Begitulah. The Power of Words.
Satu hal yang sebenarnya nggak begitu buruk bisa jadi berkali lipat lebih buruk karena kata-kata.


Oh, tapi akhirnya saya nggak kuliah di UNTAN. Sebenarnya sempat masuk beberapa minggu, sempat ikut OSPEK sehari pula, tapi sekarang saya memutuskan nggak masuk-masuk lagi.
Okeh, keluarga saya bukannya jadi bangkrut sehingga aku terpaksa berhenti dan jualan daun ubi, tapi saya diterima kuliah di tempat lain.
Bukan ITB, sayang sekali, tapi STAN. Yeah, STAN, dengan spesialisasi Pajak.

Me, Mikochin, the one who always wants to be a super-brain genius programmer (thanks for so many manga characters which represent that)... now going to be a Tax Accountant.

That's why, this post's titled '180 Degrees'--whatever it may means. 
Maksudku, awalnya saya ingin kuliah di ITB, dan betapa menyedihkan, gagal. Okelah saya di UNTAN, at least saya di jurusan yang saya sukai, tapi akhirnya saya terdampar di suatu tempat yang namanya saja mengandung kata 'Akuntansi'.
Yang, seperti semua orang ketahui, jelas-jelas sama sekali bukan jurusan IPA.

Tahu nggak, dulu saya paling nggak suka orang yang di SMA nya jurusan IPA, terus kuliahnya nyasar ke jurusan IPS. Buat saya, apaan tuh, menyia-nyiakan waktu 2 tahun cuma untuk belajar dari awal sesuatu yang sama sekali lain.
Dan sekarang! Well, look, here i am. Terdampar.

Aaah, once again, the power of words. 
The only right thing to do about it is just pray to God, hope what i've said about Si Cemen would never came back to me.
Everyone doesn't ever want to be bullied. Especially me. Not anymore.