Saturday, June 28, 2008

Selamat Tinggal

Well, hari ini adalah hari yang penting. Hari ini hari pembagian rapor, atau yang lebih familiar: bagi rapot. (dengan T bukan R, yang entah kenapa, sudah jadi kebiasaan sejak kecil)

Sesuai janjiku di posting-postingku sebelumnya, aku memutuskan untuk mengucapkan selamat tinggal.

Nah, nah, mari teriak bersamaku, ya...
SELAMAT TINGGAL DAUN UBI!!!!!!!

Hohoho, nggak ada kata 'jualan daun ubi' lagi di kamus kehidupan remajaku!
Bibi-bibi penjual ubi, maaf saja, aku nggak jadi meneruskan jejakmu!!
Aku pun nggak akan makan daun ubi!!! (yang, omong-omong, sudah terjadi sejak dulu)


Nah, karena hari-hari under pressure telah terlewati, maka sekarang saatnya memikirkan liburan!! L-I-B-U-R-A-N!!! Libur!! Libur!!
Ayo bervakansi!!

Oh ya, rencana ke Pemangkat tempat keluarga Arta ternyata emang tinggal rencana. Keluarganya yang di Pemangkat malah mau ke Pontianak.
Tunggu, jangan-jangan ini... kutukan Adek Autis????

Tur backpacker, mm, nggak tau bakal jadi apa enggak. Masalah utamanya adalah ketidakpastian rute yang bisa berakibat fatal seperti tersesat, kaki lecet, kehabisan duit, ditipu tukang angkot, sampai dimangsa preman keraton.
Aku memberi solusi untuk memfotokopi kecil peta kota Pontianak yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Astri-Arta-Febi karena peta kota Pontianak yang hendak difotokopi berukuran karpet piknik.

Masalah besar kalau aku nggak punya liburan yang lebih dari sekedar menghabiskan hari di depan komputer dan tipi, karena mataku bakalan rusak lebih parah daripada sekarang, yang mana wajah orang terlihat rata dalam jarak tujuh belas setengah meter.
Belum lagi rasa malu ketika diskusi pasca-liburan dimulai, dimana pertanyaan "Kau liburan kemanakah?" adalah fardhu hukumnya.
Saat teman-teman menjawab semangat tentang liburan asyik penuh petualangan dan sarat makna kehidupan, aku cuma bisa menjawab pelan menahan pilu, "Liburan ke rumah nenek... di samping rumah."

Lagian, ya ampun, tahun ini kan aku udah kelas XII, yang cuma berarti satu hal: nggak ada senang-senang!
Sisa masa SMA-ku itu nanti cuma dihabiskan di sekolah, tempat bimbel dan meja belajar.
Nggak ada itu yang namanya jalan di Shibuya, weekend ke Okinawa, atau Hanami!!
(okeh, meski aku balik ke kelas X lagi pun itu tetap nggak akan terjadi)

Maka dari itulah vakansi dengan destinasi yang lebih jauh dari AnimeNakama sangat dibutuhkan bagi siswa yang rawan stres seperti aku.

Liburan yang aku inginkan... yah, nggak muluk-muluk sih, cuma pingin ke taman hiburan dengan Toma. Bercanda.
Yang benar, aku dan teman-teman senasib pengen ke Singkawang pake bis gitu.
Cuma berempat, tanpa ortu cerewet, dengan bis umum yang biasanya berpenumpang ayam dan sawi.
Itu kalau dibolehkan.

Enak yah jadi orang kaya. Tinggal bilang, "Pa, aku mau ke Harajuku," dan besoknya tiket Japan Airlines udah di tangan.
Coba aku. Kalau bilang, "Pa, aku mau ke Harajuku," besoknya tiket Japan Airlines udah di tangan dan sertifikat rumah di gadaikan.

Sunday, June 22, 2008

Net

Tadi siang aku dan kakak sepupuku, sebutlah namanya Ichi, berangkat dengan si mobek untuk berkelana mencari warnet demi entah apa.



Nah, akhirnya kita nyampe ke sebuah warnet yang nggak terlalu jauh dari rumah, namanya warnet Piip (bukan nama sebenarnya).
Setelah insiden salah buka pintu dan sebagainya, akhirnya kita duduklah di kursi kayu warnet yang sama empuknya dengan kursi kayu sekolahan yang jelek.
Pas duduk, aku ngeliat tulisan yang ditempel di bagian atas monitor, salah satunya berbunyi:
1/5 jam Rp 1500, 1 jam Rp 3000.
Dalam hati aku membatin, ini yang nulis bego atau apa, masa seperlima jam? Maksudnya 1/2 jam kali ya, mungkin salah pencet.
Omong-omong, saat itu aku belum mengerti benar maksud tulisan itu.

Lalu aku mulai bersurfing ria di dunia maya, tanpa dibatasi bisikan hati 'woi, ati-ati tagihan pulsa bengkak' seperti yang selalu kualami kalo main dirumah.
Aku pun berjanji sama Ichi buat stop billingnya sama-sama pas udah 2 jam.

Enam menit menjelang jam kedua... aku dah siap-siap ngeclosin window-window firefox yang kubuka dengan semena-mena. Tapi nggak sadar aku kepincut sama posting-nya Raditya Dika yang belom selesai kubaca. Akhirnya pas selesai baca (bukan satu posting, tapi TIGA), aku nyadar kalo dua jam udah lewat. Pas aku lihat angka tagihan billing-nya, jadi Rp 7500!
Jadi maksud dari ½ jam 1500 tuh ini toh! Rugi dong kalo berenti sekarang!! (otak pedagang)
Makanya aku memutuskan buat main sampe setengah jam lagi.

Tiga menit menjelang jam kedua setengah... aku siap-siap ngeclosin window-window firefox yang kubuka dengan semena-mena (lagi). Eh, e-mail yang mau kukirim gagal. Pas aku selese pencet tombol Resent Message, dua jam setengahnya lewat 3 detik!
Aku liat billing. Jadi Rp 9000!!!
Penipuan berkedok, ini PENIPUAN BERKEDOK!!!!


Um, ada yang sadar nggak ya, kalo aku ganti template?
Yah, cuma orang bego yang nggak sadar kalo template-nya berubah karena drastis begini, tapi maksudku, gimana mau ada yang sadar kalau nggak ada yang baca??
Ini template gratisan sih, bukan template jenius penuh cita rasa seni buatanku sendiri. Tunggu deh, suatu saat aku bakalan bikin layout sendiri.
Tunggu kira-kira, mm, delapan setengah tahun lagi.
Oh iya, shoutbox yang dulu nangkring di sudut sekarang udah nggak ada lagi, padahal baru dipasang nggak nyampe dua bulan. Bukannya aku hapus gara-gara nggak ada yang ngisi yah, meski itu juga, tapi karena pas ganti template, mau nggak mau widget-nya otomatis kehapus.

Kadang-kadang aku berpikir, ini blog masih pantas buat dipertahanin nggak, sih? Mengingat yang baca blog ini dengan setia palingan cuma Ovie dan I’a (thanks to both of you, i love you much) dan temen-temen lain yang berada di bawah todongan senjata.

Baiklah, sudah kuputuskan. Misalnya setelah pembagian rapor aku dinyatakan nggak naik kelas dan berhenti berprofesi sebagai pelajar (kumohon, doakan aku supaya itu nggak terjadi), maka aku nggak akan pernah mengisi blog ini lagi.
Tapi blog ini nggak akan kuhapus, tentu saja, karena ini akan menjadi kenangan yang indah... (sok melankolis, abaikan aja)

Oh iya, satu lagi. Misalnya juga hal itu terjadi (tapi kumohon, doakan aku jangan sampai terjadi), dan masih ada yang pengin baca tulisanku (harapan semu), silakan cari-cari aja blog di search engine Google dengan keyword “Hari-Hari Daun Ubi”, dan kalau ketemu, bisa saja itu adalah blog-ku yang baru.

Friday, June 20, 2008

Over The Sea

Yah, nggak 'sea' tapi tepatnya 'river' alias sungai. Tapi tunggu, maksud judul posting kali ini apa, ya??
Um, mari kuceritakan.

Hari ini, pagi ini tepatnya, aku dan Arta-Astri-Febi berencana buat bolos sekolah dan maen badminton di kompleks Febi. Acara yang cukup dinanti-nanti, mengingat selama beberapa hari ini aku dan Astri cuma bisa ngulum jempol ngeliat temen2 pada main badminton di sekolah. (alasan nggak mau main di sekolah? malu ketauan nggak bisa!!)

Tapi tiba-tiba jam enaman gitu datang sms dari Febi yang sarat bahasa Melayu berbunyi:
maap y.
kykny maen bdmin g jd.ma2 kme ad knsultasi dmas. tp,dmas g ikut.jd kme jge dmas.
lain kali jk y?
maap la!


Jdeer! Hantaman telak tepat sesaat setelah aku baru saja bangun dari tidur.

Tak lama kemudian datang telepon dari Astri.
Berikut~kira-kira~percakapannya. (Perhatian: percakapan ini nggak lulus badan sensor aksen Melayu.)

Astri: Halo, Chi?
Aku: Hoahm.. Halo.
Astri: Jadi ndak kite maen badminton?
Aku: Kata Febi kan ndak bisa maen di tempatnye. Trus?
Astri: Maen di rumah kau bisa tak?
Aku: Hm, bise sih.
Astri: Kalo ndak bisa maen di rumah sapa lagi? Arta jelas ndak bisa. Die kan bilang sama emaknya mau ke sekolah. (bukannya aku dah bilang bisa??)
Aku: Ya, maen rumahku ajah.
Astri: Okeh. Aku dah ajak Ovie sekalian. Arta bilang dia mo datang jam tujuhan.
Aku: Jam tujuh??? Belom mandi, neh??
Astri: Tenang, palingan dia lama datangnya. Oke deh. Dah ye, assalamualaikum.
Aku: Dah. Walaikumsalam.

Harusnya aku langsung mandi, tapi abis turun ke bawah dan minum susu, tiba-tiba aku ngantuk. Jadinya.. aku tidur-tiduran di kamar dengan santainya. Toh, Arta lama datangnya. Masih sempatlah.
Tik tok. Waktu berlalu.

Tiba-tiba terdengar bunyi motor yang sudah kukenal.
Cepat aku melompat dari tempat tidur dan berlari menuruni tangga.

Tok-tok-tok.

Heee? Arta udah datang?

"Ma, gimana ni, temen Chi datang, tapi Chi belon mandi..."rengekku sama Mama, minta dibukain pintu sementara aku bergegas mandi.
"Salah sendiri, coba mandi dari tadi,"jawab Mama sekenanya.

Terpaksa, dengan piyama dan handuk di tangan, aku membuka pintu depan, lalu mempersilakan Arta: "Sori Ta, belon mandi, masuklah dulu..." sambil menutup mulut dengan handuk. Belum gosok gigi!
Dalam hati aku merutuki penghianatan Astri. (lihat huruf yang dicetak tebal)

Intinya... setelah Arta dan Astri datang (minus Ovie, katanya dia pergi ke sekolah. paling mo ngomongin soal liburan ke bandung sama temen2nya. bikin sirik aja) , kita main badminton di halaman depan rumah nenek.
Mainnya nggak lama, karena kemudian kita terpikat oleh sosok mamang bakso pentol di SD depan.
Ide pun terlintas di kepala: mari jajan bakso.
Maka kita pun jajanlah.

Ujung jalan gang tersebut adalah sungai kapuas. Saling menganggukkan kepala tanda persetujuan kami pun memutuskan untuk berkelana sebentar di sana.

Dan, yah... kami datang di saat yang tepat, mungkin.
Sinar matahari pagi membias di permukaan sungai kapuas yang bergelombang tenang.
Karena kita cewek, maka, yah, kita berfoto.

Oh iya, kita juga naik sampan. S-A-M-P-A-N! Seumur hidup nggak ada pernah-pernahnya deh aku naik sampan nyebrangin sungai kapuas.

Kita teriak-teriak ketakutan pas naik. Gila, goyang-goyang gitu.
Malu sama anak-anak SD yang naik enteng aja.

Ah, rasanya pengen main lagi!!

Wednesday, June 18, 2008

Rencana Oh Rencana

Buang jauh-jauh impian untuk kuliah di Jepang.
Sekarang waktunya Afrika Selatan!!!!

Nggak, deh, boong banget.
Aku cuma lagi kesal, cuaca akhir-akhir ini panas banget, dan, yah, bikin item kulit!!!
Jadi cemas, rencana tur keliling kota ala backpacker sama Febi-Astri-Arta bakalan jadi nggak, yah? Kalo panas banget, aku khawatir ntar kita mati kepanasan dan dehidrasi di tengah jalan.

Tur ala backpacker ini adalah salah satu harapan terakhir pengisi liburan akhir tahun ajaran nanti. Aku udah eneg dengan liburan ala hobi yang selama ini kulakukan: baca, nonton, tidur. Bosan dengan rutinitas kalong. Mual dengan kamarku yang pengap dan mirip tempat pembuangan akhir.

(Promosi singkat: Ayo, ayo, bergabunglah dengan tur ala backpacker bersama siswi-siswi SMA yang unik dan penuh pesona!! Murah meriah!! Jika berminat silakan hubungi saya untuk keterangan lebih lanjut.)

Pilihan lainnya adalah ikutan Arta pulang kampung ke Pemangkat.
Dibalik rumah ada gunung beserta air terjun dan di depan rumah ada pantai yang terhampar.
Belum-belum udah bikin ngiler.

(Promosi singkat: Ayo, ayo, bergabunglah dengan tur pulang kampung bersama siswi-siswi SMA yang unik dan penuh pesona!! Murah meriah!! Jika berminat silakan hubungi saya untuk keterangan lebih lanjut.)

Hanya saja rencana-rencana tersebut bisa buyar seketika kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dalam menghadapi hal paing berat sepanjang sejarah satu semester: pembagian rapor.
Kalau nilaiku terlalu jelek atau bahkan nggak naik kelas, itu hanya berarti satu hal: "Selamat tinggal dunia remaja yang indah, biarkan aku berpetualang dari rumah ke rumah sebagai Bibi Penjual Daun Ubi."

Aku nggak benar-benar tahu apakah nilai jelekku nanti (ya, sudah pasti jelek, aku tahu itu) ada sangkut pautnya dengan karma gara-gara menuduh seseorang sebagai pengidap autisme.
Biar kuceritakan.

Waktu ulangan semester kemarin, seperti biasanya, satu kelas terdiri dari campuran dua kelas berbeda angkatan.
Nah, kelasku mendapatkan anak-anak kelas XA. Petualangan pun dimulai.

Temen sebangkuku, siswa kelas XA tentunya, adalah cowok tinggi besar dengan cambang (atau apapun namanya) bernama Lele (bukan nama sebenarnya).

Cowok itu tidak menyontek, bertanya pada teman, atau menarik buku dari bawah meja.
ini jenius atau apa.

Cowok ini punya posisi duduk yang aneh. Biasanya orang yang sedang serius ulangan biasanya mencondongkan kepala ke kertas ulangan, tetapi dia tidak. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi.
Oke, aku maklum. Mungkin dia punya gaya favoritnya sendiri.

Cowok itu berbicara sendiri.
Oke, aku maklum. Orang juga biasanya begitu kalau sedang ngerjain ulangan.

Cowok itu menjawab sepatah dua patah kata yang nggak jelas maknanya saat aku bertanya padanya apa yang dikatakan guru di depan kelas.
Oke, aku maklum. Mungkin dia sedang serius mengerjakan ulangannya.

Cowok itu tertawa sendiri.
Oke, aku maklum. Ada orang yang suka tertawa sendiri.

Cowok itu nggak pernah kulihat berbicara dengan siapapun, kecuali cewek di depannya, yang selalu dipanggilnya dengan sebutan "Fit", entah namanya fitri, epifit atau bonafid.
Oke, aku maklum. Mungkin aku saja yang nggak pernah lihat.

Lama-lama, kalau dipikir-pikir secara masak-masak, kok kayak tanda-tanda orang autis yah??

Dan, yah, tanpa sadar (sebenarnya sadar sesadar-sadarnya) aku selalu menyebutnya sebagai "Adek Autis" setiap kali aku dan temen-temen ngebicarain masalah temen sebangku.

Wahai Adek Autis yang di sana.. maafkan beta telah menghina dirimu...
Jangan kau kutuk beta menjadi Bibi Penjual Daun Ubi dan membuat segala rencana liburan hanya tinggal rencana....

Monday, June 16, 2008

Bayangan Masa Depan

Akhir-akhir ini beberapa pikiran aneh melintas di benakku.
Salah satunya adalah: gimana masa depanku nanti???

Aku nggak bisa ngebayangin aku bakal kayak apa beberapa tahun ke depan. Bener, deh.
Makanya, kadang2 aku berpikir, kayaknya aku bakal mati muda. (yah,aku emang menderita hipokondria*)

Gini deh, aku bisa aja ngebagi siswa-siswa di sekolah jadi beberapa kelompok.
Nah, setelah sekian lama, mari buat daftar.

1. Siswa Akademis.
Dengan nilai akademis di atas rata-rata dan menganut faham nilai delapan puluh adalah menyedihkan, siswa yang masuk golongan ini tinggal bersiap-siap mengajukan PMDK, beasiswa, atau ikut tes ikatan dinas (yang kemungkinan besar bakalan diterima), dan nggak perlu luntang-luntung cari universitas negeri dan belajar mati-matian sampe botak demi SPMB.

2. Siswa Berbakat.
Nilai akademisnya mungkin biasa-biasa saja, namun punya bakat khusus yang mampu membuat daftar nilai di raport hanyalah fana.
Kelak akan menjadi personel band terkenal, penulis best seller, atau pelukis kenamaan.

3. Siswa Rupawan.
Mungkin nilai akademisnya biasa-biasa juga, nggak punya bakat menonjol, tapi punya wajah kualitas sampul majalah.
Lulus SMA ikutan casting dan langsung terjun ke dunia entertainment yang glamour dan bergelimang harta.

4. Siswa Investor.
Tidak punya hal-hal khusus untuk dibanggakan, hanya saja punya orangtua dengan perusahaan yang menggurita.
Menjadi pewaris usaha orangtua dan berpeluang menjadi finalis 10 eksekutif muda paling sukses dan terkenal seantero negara dan diincar makhluk-makhluk lajang se-Indonesia.

5. Siswa Biasa.
Masa depan suram.


Benar-benar kesenjangan sosial.
Misalnya variabelnya kelas XI IPA 1, maka 50% adalah anak tipe 1; 47,5 % tipe 2-4; 2,5% persennya tipe 5.
Si 2,5% yang beruntung itu adalah aku. Siapa lagi, coba?

Aku emang punya masa depan sesuram goa hantu.
Sehancur puing gempa.
Semenyedihkan semburat jingga langit senja.



*jgn mikir yg seram dulu... ini bukan semacam kanker atau apa, tapi penderita hipokondria biasanya yakin bahwa ia memiliki penyakit serius tanpa ada bukti yang objektif (intinya: hiperbola)

Tuesday, June 03, 2008

Gila Pra Ujian

Pernah menghadapi sesuatu yang terlalu sulit, terlalu rumit, bahkan terlalu melelahkan untuk sekedar kita pikirkan?
Begitulah kira-kira yang terjadi pada diriku sekarang ini.

Besok dan seminggu kedepannya adalah hari menegangkan sedunia, dimana hidup mati ku akan kugantungkan pada enam hari penuh onak dan duri tersebut. Tebak apa: ujian semester.

Kubilang menggantungkan keputusan hidup atau mati ku karena jika nilai semesterku hancur, maka nilai raporku juga bakal hancur (karena notabene ulangan harian ku bahkan jauh lebih hancur dari sikap si Cemen), dan itu berarti aku tidak akan naik kelas, dan Mama akan mencekikku sampai mati, atau kalaupun aku masih hidup, aku akan disuruh berjualan daun ubi.
Sebenarnya frasa yang tepat adalah keputusan hidup atau mati atau jualan-daun-ubi, tapi berhubung jualan-daun-ubi sama sekali nggak terdengar oke, kuputuskan menuliskannya hidup atau mati saja.

Ujian semester memang membebani pikiran, tapi seakan itu belum cukup, datanglah bertubi-tubi tugas yang harus diselesaikan besok.
Besok, lho, besok! Dimana jadwal ulangannya adalah Matematika dan PKn!
Okeh, PKn emang nggak patut dicemaskan, karena, omong-omong, siapa yang mau belajar PKn kalau besok ada ulangan Matematika?
Pasti bukan aku.

Yah, hari ini memang cukup buruk, bahkan dimulai dari pagi harinya.
Pagi ini, aku tiba-tiba sangat-sangat-sangat menyukai lagu Bonnie Pink yang judulnya It's Gonna Rain. Karena tragedi abu-abu plastik yang menyebalkan. Biar kuceritakan.

Setiap pagi aku bangun mepet-mepet waktu sholat dhuha, alias kesiangan. Pokoknya, dimana Papa dan Dedek sudah melesat menembus keramaian jalan raya, aku baru selesai mandi.
Great.
Lalu jam setengah tujuh, hujan mulai turun.
Aku selesai berkemas dan siap berangkat baru pada pukul enam empat lima. Dan, yah, hujan.
Tak ada Papa yang bisa nganterin.
Artinya? Mesti pake mantel. M-A-N-T-E-L.

Mama memaksaku pake mantel, meski aku menolak habis-habisan. Tapi ibu-ibu emang punya tenaga dalam yang bisa membuat orang tak berdaya: aku terpaksa pake mantel.

Maka melajulah aku ke jalan raya dengan mantel abu-abu laknat itu, dan menggumamkan sebaris lirik lagu It's Gonna Rain: Daikirai ame nanka...*

Pake mantel merupakan pengalaman buruk. Aku hampir mati kehabisan napas karena mantel nista itu menjerat leherku dan membuatku kesulitan bernapas, seakan dicekik. Belum lagi pandangan orang-orang, dimata mereka aku pasti ibu-ibu aneh yang pengen belanja ke Pasar Flamboyan. Bener, deh.
Nggak lagi-lagi aku ke sekolah pake mantel.

Di sekolah, kenyataan besar seakan menjeratku dalam pasir isap yang tiada berujung.

Tugas biologi mesti dikumpulin besok.
Aku terkesiap. Mana mungkin fotokopian-fotokopian gila itu masih utuh kalau dipegang denganku??

Tugas TIK mesti dikumpulin besok.
Bagus... bagus, sekali. Dia (guru TIK-ku) pikir tugas itu semudah perkalian satu???
Banyak... dan menyebalkan!!

Semua hal membuatku tambah gila.
Maka aku dan tiga orang temanku; Arta, Astri, Ovi, mulai berkeliaran di kelas seperti orang gila.
Mulai dari Ular Naga, Cheers Wannabe (Febi as MC), RONCAR Anti Maling Live Show (Febi as MC), sampe akhirnya Main Jengkal.

Ada yang nggak tau main jengkal?
Itu semacam permainan anak tradisional, yang, omong-omong, nggak jelas esensinya.
Pokoknya di permainan ini, kaum adam; Shiddiq, Wahyu, Ridho, Akim, mulai ikut berpartisipasi.

Aku dan Astri jaga, saling berpegangan tangan untuk membentuk formasi-formasi aneh untuk dilompati.
Permainan ini thrill-nya cukup tinggi, terutama bagiku dan Astri karena resiko terinjak, tertendang, tersepak, dan terluka sangatlah besar, mengingat para pemain menggunakan sepatu (yang cowok).

Selesai main, lanjut ke permainan Lubang Buaya, khusus untuk cowok, karena sangat nggak fair dan berbahaya buat cewek.
Karena dirasa sangat nggak adil, kita beralih ke permainan lain.

Main DoMiKado.
Semacam main saling tepuk tangan kawan disebelah, pokoknya semacam itulah.
Heboh, penuh teriakan dan umpatan, ajang yang paling tepat untuk menepuk keras-keras telapak tangan teman kita tanpa beresiko di tampar.

Main Gembel.
Permainan dengan kedua jempol tangan masing2 pemain. Agak sulit untuk main dengan 8 orang, karena, omong-omong, jadi ada 16 jempol.

Kecapekan dan merasa bau keringat, kami pun bubar.

Jam pelajaran terakhir adalah jam Bu Nunung.
Ulangan.
Sialan.

Kita disuruh membaca sebuah cerpen di buku, dan tebak apa soal ulangannya: menulis ulang cerpen tersebut!
Damn shit.

Kenapa kelasku, XI IPA 1, yang sensasional dan dicintai para guru ini musti mendapatkan guru standar rendah semacam itu???

Aku mengerjakan ulangan dengan setengah hati, tapi entah kenapa aku berhasil menceritakan ulang cepen tersebut sebanyak satu lembar.
Omong-omong, ulangannya cuma lima belas menit.

Lalu pas pulang, papan tulis pun penuh tulisan yang isinya kisi-kisi ulangan Fisika dan Biologi.
Aku malas mencatat. Dan ngacir pulang.

Kenapa di sekolah tadi aku harus bermain-main dengan bodohnya alih-alih belajar matematika atau ngerjain TIK?

Kenapa pula aku malah duduk di depan komputer dan menulis posting ini???



*I really hate the rain...