Saturday, May 24, 2008

All First Time

Kadang-kadang kita mencapai suatu titik dimana kita benar-benar dilanda suatu kebosanan tingkat tinggi.
Jika hal itu terjadi padaku, biasanya aku akan mengenang kali pertama kita mengalami hal itu. Aku akan merasa lebih baik saat itu.
Sekarang, aku ingin mengingat semua hal disaat aku melakukan atau merasakannya untuk pertama kalinya.


Saat aku pertama kali dilahirkan... well, mana aku ingat. Lagipula, memangnya ada kali kedua untuk di lahirkan?

Saat aku pertama kali belajar bersepeda... saat itu menyenangkan. Sepeda roda empat berwarna ungu dengan boncengan itu adalah hadiah yang terindah. (Pada saat itu. Sekarang??)

Saat aku pertama kali bisa membaca Bobo... entahlah, aku tidak ingat. Karena Mama selalu membacakannya untukku saat aku masih belum bisa membaca. Omong-omong, aku nggak butuh waktu lama untuk bisa membaca tanpa mengeja, lho.

Saat mendapat tas pertamaku... Tas kecil berbentuk setengah lingkaran itu dulu selalu kupegang dengan sayangnya, membuatku membayangkan, seperti apa rasanya sekolah?

Masuk sekolah pertamaku... TK Islamiyah memang bukan TK besar, tetapi aku punya banyak kenangan di sana. Aku yang menangis karena ditinggal Mama, makan sate setiap hari Sabtu, angan-angan menjadi dirijen waktu upacara, rebutan kursi atau pensil, pamer kotak bekal, seorang cewek yang dulu sangat membenciku entah kenapa (dan sekarang dia satu sekolah denganku di SMA ini, ha), sampai saat aku didorong jatuh dari jembatan dan tercebur ke genangan air di bawahnya.

Disuntik pertamaku... untuk sebuah luka bakar yang bekasnya nggak akan pernah hilang di punggung telapak tangan kananku.

Cinta pertamaku... Mm, kalau dipikir-pikir, kalau memang benar cowok itu cinta pertamaku, maka aku hebat sekali bisa mencintai orang lain selama dan setulus itu. Tapi, yah, kurasa dia memang pantas untuk kucintai.

Kucing pertamaku... bukan Blacketet. Ia mungkin kucing yang paling kucintai, tetapi bukan yang pertama. Kucing pertamaku namanya si Belang, nama standar khas kucing yang diberikan oleh mamaku. Kalau saja aku sudah memahami seni menamai kucing saat itu, aku mungkin akan menamainya dengan nama yang setipe dengan Blacketet, Chiko, Mikochin, atau Pci-Pci, yang berarti satu hal: nama dengan huruf C di dalamnya.

Pertama kali masuk SMP... aku bisa gila dengan lantai yang terbuat dari kayu. Belum lagi buku yang dipinjam dari perpustakaan, jadwal yang harus dicatat sendiri, ditambah lagi tahun itu tahun pertama uji coba KBK, yang, omong-omong, baru sekolahku sendiri yang mengaplikasikannya.

Pertama kali masuk SMA... aku bisa stress berat saat tahu sekolah seperti apa yang kuhadapi. Gedung bobrok, dinding bolong, kursi yang harus diseret sendiri dari gudang (atau kelas lain? entahlah), juga teman sebangku dari sekolah yang namanya saja baru kudengar. Aku merasa ditipu saat banyak yang bilang itu sekolah nomor satu. Belum lagi MOS selama seminggu... Aku benar-benar beruntung tidak jadi gila.

Pertama kali punya komputer... Aku merasa bisa melakukan apapun dan akan jadi programmer sesukses Gates.

Pertama kali kenal internet... saat aku kelas 6 SD atau kelas 1 SMP. Mainanku hanyalah ketawaketiwi.com atau nggak mIRC. Omong-omong, mungkin aku kenal internet lebih lama dari itu jika membuka Teletext dari TV merek Toshiba yang berisikan berita-berita situs-situs internet, bahkan humor dari ketawaketiwi.com bisa dianggap kenal internet. Itu waktu kelas 2 SD.

Bikin e-mail pertamaku... waktu kelas 1 SMP. Lagi hobi-hobinya maen internet di rumah pake TelkomNet dan bikin tagihan telepon membengkak. Aku bikin e-mail di Plasa yang, omong-omong, bikin account aku penuh banget dengan spam. E-mail address ku pun norak banget, entah apa namanya, aku lupa, tetapi sudah pasti norak. Aku juga punya temen mail waktu itu, yang address-nya aku dapet dari majalah KaWanku.

Nulis blog pertamaku... waktu kelas 3 SMP. Masih bego-bego banget dan tulisanku masih nggak bermutu. Mm, sampe sekarang.

Punya laptop pribadi pertamaku... penipu. Aku nggak punya laptop pribadi. Seenggaknya belum lah. Tunggu aja.

Jalan-jalan di Jepang pertamaku... makin penipu. Aku nggak pernah ke Jepang. Seenggaknya sekarang. Mungkin besok, minggu depan, tahun depan... entahlah. Pokoknya aku yakin akan ke sana. Dan bila saat itu tiba, aku akan dapat menuliskan 'Jalan-jalan di Jepang pertamaku...' di blog dengan sempurna.

Thursday, May 22, 2008

Balada Film Tercinta

Cerita ini dimulai kira-kira setengah tahun yang lalu, dimana guru bahasa indonesia-ku masih Bu Fatmawati yang gemar bercerita dan membangkitkan semangat menulis dan merupakan guru tingkat nasional; bukannya guru aneh tak punya cita rasa sastra dan nggak punya pendirian untuk bisa menilai pekerjaan muridnya sendiri serta cara mengajar yang benar-benar buku (hanya bedanya buku tidak berbicara atau tertawa garing), bernama Nunung, eh, maksudku, BU Nunung.

Saat itu aku masih murid kelas sebelas ipa yang polos, belum mengalami dendam kesumat atau kebencian mendalam atau kejijikan akut atau sesuatu semacam itu dalam kehidupan sehari-hari ku, terutama sekolah.
Aku merasakan sensasi aneh saat Bu Fat memberi tugas untuk semester depannya. Sensasi aneh itu bernama senang.
Cukup aneh mengingat bahwa nggak mungkin ada siswa SMA normal yang senang diberi tugas, bahkan yang schoolaholic sekalipun.
Tapi ini bukan tugas sembarang tugas. Tugas ini bertitel "Membuat Film". Ha.

Kira-kira aku bisa membuat alasan kenapa aku bisa menyukai tugas yang satu ini. Dan untuk menjelaskan hal itu, kita butuh daftar.

Alasan Kenapa Aku Menyukai Tugas yang Diberikan Oleh Seorang Guru di Sekolah dan Bukannya Mencak-Mencak Saking Kesalnya atau Melancarkan Aksi Mogok Sekolah

1.Karena tugas ini tugas membuat film. FILM. F-I-L-M. Pilem. (ejaan Melayu)
Maksudku, selama sisa hidupku di luar SMA nanti, kapan lagi, sih, aku bakalan bisa ngebuat film?
Aku nggak pernah punya cita-cita buat jadi sutradara atau ngambil jurusan sinematografi atau hal-hal semacam itu, jadi buatku ini adalah kesempatan sekali seumur hidup.
Seperti Ir. Soekarno yang memutuskan untuk menjadi Presiden RI yang pertama, membuat film juga momen sekali seumur hidup seperti itu, hanya saja tidak terlalu ekstrim dan mengubah hidup banyak orang.

2.Dapat pengalaman baru, yang bisa ku kenang bertahun-tahun kemudian (okeh, alasannya nyangkut-nyangkut masa depan melulu).
Suatu saat di masa depan, dimana aku dan teman-temanku mungkin udah nggak sama-sama lagi (karena aku di Jepang, ehem), nonton film ini mungkin bisa menjadi cara tepat untuk bernostalgia, bahkan hingga berurai air mata.
Kalau film itu film komedi, mmm, mungkin akan berbeda.

3.Berniat tulus dan mulia untuk memarakkan dunia perfilman indonesia yang bobrok.
Mungkin film yang kami buat bisa memenangkan penghargaan atau apa, dan membuat film itu diputar di bioskop-bioskop seluruh indonesia bahkan seluruh dunia (harapan semu, dan, omong-omong, komersil).

4.Satu-satunya kesempatan nampang, euy!
Mungkin suatu saat aku berteman dengan seorang artis yang sering main film, dan misalnya dia lagi nyombongin film-filmnya, aku tinggal bilang "Aku juga pernah main film, kok!" dengan wajah tak kalah sombong dan menang jelek.
Misalnya dia nanya film apa, diam aja, atau gigit lidah sekuat-kuatnya sampe berdarah-darah dan dilarikan ke rumah sakit biar nggak perlu menjawab pertanyaannya.

Begitulah, akhirnya satu kelas pun menyetujui tugas tersebut dengan janji akan selesai semester depan sehingga kita tinggal menonton bersama.

Tapi janji hanyalah janji, dan lidah tak bertulang.

Semester depannya, Bu Fat digantikan dengan guru bahasa indonesia kelas ips bernama Bu Nunung.
Dan di semester tersebut, kedok salah seorang anggota kelompok kami, telah terbuka dengan sangat lebar.
Saat itu, barulah aku merasakan apa yang disebut dengan dendam kesumat atau kebencian mendalam atau kejijikan akut atau sesuatu semacam itu; aku satu kelompok film dengan si Cemen.

Satu hal yang menguntungkan dari Bu Nunung, kami mampu membujuknya untuk menunda-nunda batas waktu pengumpulan tugas, karena, yah, selama satu semester sebelumnya, kami belum melakukan persiapan apapun. Memikirkan ide cerita juga tidak.
Tetapi pada akhirnya penundaan tak dapat ditolerir lagi, sehingga kami terpaksa memplagiat (MEMPLAGIAT, ha, betapa rendahnya), drama yang pernah Ovie dan Febi tampilkan waktu SMP, saking nggak ada idenya. Itupun setelah pergulatan yang panjang.
Maka gugurlah semua alasan yang kubuat untuk menerima tugas tersebut; lebih baik seandainya dulu tugas tersebut tidak kami terima.

Tapi bagaimanapun kami harus menjalaninya.
Hari-hari syuting yang panjang, melelahkan, dan cukup panas di telinga karena aku dimarahi ortu gara-gara pulang malam gara-gara syuting.
Belum lagi dilema gara-gara satu kelompok dengan si Cemen. Oh!!!
Kami nggak ada yang mau rumahnya didatangi oleh si Cemen, sehingga kami pun memutuskan untuk syuting di rumahnya, TETAPI APA YANG TERJADI???

Berhari-hari kami melakukan syuting di kediaman gadis itu, BERKALI-KALI, tetapi bayangkan saja, tak sekali pun--TAK SEKALI PUN--ia memberi kami minuman!!!
Nggak dikasih minum!!
Dia pikir kita onta yang tahan lama tanpa aer!! Dasar Arab pelit!!!

Kita bahkan beli minuman sendiri di depan rumahnya!! Ha!!
Ya ampun, manusia itu hatinya terbuat dari batu atau malah nggak punya hati, sih???
Kita juga bahkan membeli makanan sendiri dan dimakan di rumahnya!!
Tanpa piring, bener-bener cuma numpang makan, tanpa disediain apapun sama dia!!
Dasar makhluk upilan!!!

Okeh, udah-udah aja maki-maki si Cemen. Bikin suntuk aje.
Pokoknya, setelah perjalanan syuting yang panjang dan menyebalkan tersebut, akhirnya proses syuting pun selesai!! Hore!!
Bye-bye Cemen!! Bawa saja piring dan gelasmu ke alam kubur!!

Tapi tragedi datang kemudian. Hari ini tepatnya.
Hari ini ada acara di sekolah, namanya SBSB (Sastrawan Berbicara Siswa Bertanya), event nasional yang luar biasa garing bagiku. Dan menuai pro kontra bagi kelompokku.

Begini, di SBSB ada acara parodi yang diisi oleh anak-anak Snapycation (ekskul-ku! Tapi aku bahkan nggak tau kalo mereka bakal nampilin parodi. Kayaknya tanpa aku udah dikeluarkan dari keanggotaan, deh). Dan coba tebak apa yang mereka tampilkan.

Film kami!
Film yang kami plagiat itu!

Mampus. Film kami pasti bakalan basi.

Kami mulai menduga-duga, apakah ini Kutukan Si Cemen (baca: si Cemen ngedatengin sial) atau Azab Karena Cemen (baca: azab gara-gara men-sial-sial-kan si Cemen)?
Entahlah, yang manapun.
Film kami akan tetep basi.

Padahal film itu sudah cukup basi sejak Cemen bermain di dalamnya.

Tuesday, May 20, 2008

Style Thief

Aku baru pulang dari JJGKM, atau yang lebih enak jika kita sebut dengan Jejegekem (Jalan-Jalan-Gila-Kena-Macet).
Hei, ini macet bukan sembarang macet. Macet kali ini gara-gara Pekan Gawai Dayak. Buat orang Pontianak yang nggak tahu ini, silakan nyeburin diri ke Sungai Kapuas, tapi buat orang luar Pontianak yang baca (harapan semu), biar kujelaskan.

Pekan Gawai Dayak adalah... mm, suatu... mm.. okeh, aku nyerah. Bentar, aku cari sumber. Silakeun klik di sini">

Nah, itulah dia si jali-jali, maksudku si Gawai Dayak.

Aku lumayan suka ngeliat acara-acara macam begini, lucu aja ngeliat mereka pake baju adat dan nari-nari diatas mobil pick-up. Bener, deh. Bagi Anda yang pernah menyaksikannya pasti bakal berpikir begitu.
Satu-satunya hal yang kubenci dari semua ini adalah MACET-nya, ya ampun!!
Ini musim kemarau, sinar matahari di musim ini bisa menjadi alat tenning yang paling ampuh, juga memultifungsikan aspal menjadi papan penggorengan.
Dan ini juga tanah khatulistiwa, dimana matahari dapat berada tepat di atas kepala dan bersiap memanggang apa yang ada di bawahnya.
Dimana berada di jalan raya dengan kendaraan tanpa atap adalah sebuah petaka.
Kena macet pula!
Ha!

Suatu saat, jika hal ini akan terjadi lagi, aku nggak akan segan-segan memakai aftershave. (boong banget. lagian nggak punya juga. omong-omong, aftershave apaan?)

Satu hal bagus hari ini. Aku membeli sebuah novel berjudul To Kill A Mockingbird karya Harper Lee. Hohoho. Akhirnya aku punya juga novel yang berbonuskan pembatas buku.


Mm, sesuai judulnya, di posting kali ini aku emang lagi pingin ngebicarain tentang pencuri gaya, yang identitas aslinya adalah si Cemen (okeh, ini emang bukan identitas asli melainkan nama yang telah kuciptakan sebelumnya untuk melindungi dirinya yang begitu memukau).

Aku lebih senang menyebutnya pencuri gaya dibanding copy cat bukan berarti karena dia punya modus operandi, tetapi melainkan karena setiap gaya yang telah ditirukannya, tidak akan pernah sudi dipakai oleh si pemilik asalnya, meski dengan beberapa perkecualian (aku). Satu alasan lagi, nama copy cat terlalu manis untuknya, terutama bagian 'cat'-nya, karena, omong-omong, tapak kaki Blacketet yang kotor saja tidak lebih menjijikkan dibanding dia (sadis).

Pencuri gaya. Gaya yang kumaksud bukan desain busana atau sesuatu semacam itu, melainkan, apa ya, semacam tindakan unik yang biasa kita lakukan berulang-ulang tanpa kita sadari.
Misalnya, dimana seluruh orang dunia mengupil dengan jari kelingking tangannya sendiri atau alat pengupil (kalau ada), kita menggunakan jempol tangan orang lain. Ya, gaya seperti itulah yang kumaksud.
Dan dia mencurinya! Maksudku, mencuri gaya saja sudah menjijikkan, tetapi lebih menjijikkan lagi mencuri gaya orang yang mengupil dengan jempol orang lain.
Ah, tapi dia tidak mencuri gaya orang manapun yang mengupil dengan jempol orang lain. Setidaknya belum.

Dia pernah mencuri gayaku.
Gayaku benar-benar bukan gaya yang oke, sungguh, malah terkesan barbar, tetapi tetap saja dia menirunya. Dan bukan hanya satu, tetapi LIMA. Biar kubuat daftar.

1.Aku muak dengan namaku maupun nama panggilanku yang pasaran, sehingga aku memutuskan membuat nama baru yang cukup unik dan mengumumkannya kepada teman-temanku. Ia mendengarnya.
Besoknya, ia menyebut dirinya dengan nama baruku itu.
(well, ini mungkin adalah pencurian nama, bukan pencurian gaya, tapi setidaknya tidak terlalu jauh dari konteks. Kata dasarnya tetap 'curi'.)

2.Aku punya kebiasan buruk dimana aku senang mengacak-ngacak rambutku dengan brutal tanpa sadar saat aku sedang cemas atau bingung.
Waktu ia bercerita pada Echa tentang kebingungannya mengenai entah apa, ia mengacak rambutnya. Dasar rubah betina.

3.Kata-kata keluar dari mulut tanpa sengaja, dan aku punya kata-kata andalan yang selalu kuucapkan hampir setiap saat pada anggota bipbip dan juga I'a.
Sekali lagi, ia ikut-ikutan mengatakannya.

4.Aku senang tertawa. Itu membuatku bahagia. Hanya saja kebahagiaanku itu membawa pengaruh buruk pada orang disampingku, karena saat aku mulai tertawa sangat hebat, aku akan memukul siapapun/apapun yang berada di dekatku kecuali Winda (aku tak tega menyakitinya), si Cemen (begitu menjijikkannya), cowok (no comment) dan wajan berisi minyak panas serta hal-hal lain yang tak patut di pegang.
Bahkan perilaku tak terpuji ini mulai ditirunya! Ha!

Omong-omong, mungkin ada yang menyadari kenapa cuma ada empat poin dan bukannya lima seperti yang kutuliskan secara spektakuler di atas.
Alasannya adalah karena LIMA mempunyai impact yang lebih besar di banding EMPAT yang terdengar tanggung. Coba rasakan sendiri.
Yah, aku bisa saja menuliskan LIMA KURANG SATU, tapi itu bahkan terlihat lebih nggak oke.

Dia berkiprah di bidang curi-mencuri ini belum lama, tetapi tidak sedikit gaya yang berhasil di curinya.
Aku tidak bisa menuliskannya satu persatu berhubung aku nggak bakalan bisa menggambarkannya dengan baik, dan juga aku mulai malas untuk lebih banyak membicarakan tentangnya.
Sudah cukup membicarakannya di kelas, di les, di jam kosong, di ekskul, di mal, di musholla, dan di rumah teman.

Tuesday, May 13, 2008

Jangan Abaikan Pesan Orangtua

Barusan... sangat barusan.. aku mengalami hal bodoh yang kupikir merupakan azab gara-gara mengabaikan pesan Mami tercinta (okeh, mungkin emang udah pasti azab, bener deh). Biar ku ceritakan.

Hari ini Asutarin (well, lama-lama capek juga nulis namanya panjang-panjang. mulai sekarang kita tulis namanya dengan benar: Astri)ngadain makan-makan dalam rangka ultah doski yang ke tujuh belas. Suit sepentin, euy! Dirinya pun mengundang para undangannya sekalian untuk datang ke rumahnya jam empat.
Okeh, karena ini Indonesia, jangan harap ada yang datang jam segitu, karena bahkan aku si Jepang ini (ehem, ehem) datang jam setengah lima dan itupun masih suangat sepi.
Tanpa kado. Drama lama.
Dan coba tebak makanan (alasan utama para undangan hadir ke tempat orang yang diundang)apa yang disajikan di meja?
Sate.
Ya Tuhan, sate lagi.
Drama kamuflase tusuk sate pun akan kembali dimulai.
(Keterangan tambahan: Penampilan perdana drama "Kamuflase Tusuk Sate" di ultah Laila, terima kasih untuk Astri yang menghabiskan sateku dan menyumbangkan tusuk satenya di piring bekas makanku sebagai hiasan. Penampilan kedua di ultah Arta, terima kasih untuk Febi dan Ovie yang menghabiskan sateku dan menyumbangkan tusuk satenya di piring bekas makanku sebagai hiasan.)

Aku yang lupa ngasih tahu ibunda, yang sedang pergi keluar, bahwa aku juga sedang pergi ke rumah Astri pun mengirim sms pemberitahuan (contoh nyata anak yang berbakti pada orangtua: kalau mo pergi kemana-mana bilang dulu).
Mama pun me-reply dengan jawaban singkat tapi padat aksen Melayu : "Ye, jangan sampe malam."

Hanya saja demi menunda penderitaan dalam melakukan drama "Kamuflase Tusuk Sate" (bayangkan, karena drama ini aku cuma makan lontong doang. Lontong oh lontong!)tanpa sadar hari sudah maghrib saat aku mulai makan. Means one thing: pesan mama tlah kulanggar.

Tapi aku tetep santai-santai aja. Maksudku, yah, maghrib ini, kok. Aku toh bukannya pulang jam 12 malam kayak si Cinderella. Jadi selesai makan, aku pun berbasa-basi sedikit, baru memutuskan untuk pulang (biar nggak dituduh SMP = Selese Makan Pulang).

Maka aku pun mem-baibai-kan anak-anak lain yang masih di rumah Astri, sambil membatin nista, "Siap-siap, lu pade bakal dijadiin babu buat beres-beres," dan melenggang menuju si mobek tercinta.

Angin malam menghembus tubuhku, membuat cardigan-ku berkibar-kibar, membuat panorama langit bertabur bintang terlihat semakin mempesona. <-- okeh, aku nulis sampah
Pokoknya, saat melewati gapura kompleks Astri, pluk, sesuatu jatuh ke lengan kiriku.
Aku melihat sekilas benda yang terjatuh di atas cardigan pink itu.
Cicak.
Ya, cicak. C-I-C-A-K~
APAAA???!!!!

Aku langsung menggelepar-gelepar nggak karuan di atas mobek kayak kena step (sumpah!).
Geleparan pertama si cicak masih nangkring di lenganku.
Ya Tuhan!!!! Air mataku hampir mengalir melihat si cicak yang menatapku penuh kekejaman.
Geleparan kedua lebih hot, aku hampir saja menabrak pembatas parit, dan memungkinkan terjungkal ke dalam parit Sei Raya yang hitam kelam tersebut.
Dan si cicak terlepas!

Aku tidak peduli bahkan ketika aku hampir menabrak truk yang akan melintas atau orang-orang di sekitar situ memperhatikanku saat menggelepar gila.
Yang penting si cicak nggak nangkring di lenganku lagi, itu saja!!!

Tetapi tiba-tiba aku dihadang oleh kengerian yang lebih mencekam.
Bagaimana jika ternyata... si cicak malah merayap ke baju atau celanaku?
Atau ternyata cicak laknat itu ngompreng di helm-ku?

Kemudian aku merasakan sensasi aneh, di bahuku.
Kayak ada yang merayap...

Aku memberanikan melirik kaca spion.

Ternyata... tali helm.

Tapi belum selesai begitu saja.
Aku pun memacu mobek dengan kecepatan tinggi, aku ingin bergegas sampai di rumah.
Dan sesampainya di rumah, aku berjalan ragu ke kamar... melirik kaca... akankah ada cicak yang mampir di pakaianku...

Nggak ada!!! Nggak ada, lho, NGGAK ADA!!!!!!

Rasanya seperti saat Indonesia merdeka dulu. Bebas, lepas...!

Aku pun dengan segera melepas cardigan durjana tersebut dan memasukkannya ke mesin cuci.


Pesan moral:

1. Jangan pernah mengabaikan pesan orang tua. Siapa tahu ada azab yang menantimu karena kedurhakaan itu.

2. Waspada cicak.

Saturday, May 03, 2008

Bleach ga Suki da yo!!*

Sekarang ini aku memang lagi suka-sukanya baca Bleach.
Mm, dari dulu sih, cuma baru sekarang aja dapet kesempatan buat nulis tentang komik keren satu ini.

Nah, seperti biasa, aku nggak jago bikin sinopsis, tapi aku akan memaksa buat bikin.

Bleach bercerita tentang seorang cowok SMA bernama Ichigo Kurosaki (penulisan nama dengan format Western, bukan Japanese), yang tiba-tiba berubah kehidupannya sejak bertemu dengan seorang shinigami cewek bernama Rukia Kuchiki. Semula Rukia berniat mentransfer separuh kekuatan shinigami-nya pada Ichigo yang ingin menyelamatkan keluarganya yang diserang Hollow, roh manusia yang sudah meninggal yang berubah menjadi jahat, namun seluruh kekuatan Rukia malah terserap oleh Ichigo. Mulai saat itu, Ichigo menjalani hari-harinya tidak hanya menjadi seorang cowok SMA biasa melainkan sebagai seorang shinigami. Rukia yang kehilangan kekuatan shinigaminya pun bersekolah di sekolah yang sama dengan Ichigo untuk membantunya menangani para hollow yang sering muncul.
Di sekolah juga terdapat teman-teman Ichigo yang tanpa sadar terpengaruh oleh kekuatan spiritual Ichigo yang sangat besar, yaitu Orihime Inoue, Yasutora Sado (Chad) dan seorang Quincy pembenci shinigami bernama Uryu Ishida.

Tokoh kesukaanku... mm, Ichigo, dan seorang arrankal (atau arrancar atau apapun itu) keren bernama Ulqiorra (Urukiora, dalam pengejaan bahasa Jepangnya).
Aku suka banget manga ini, karena... yah, keren!
Masing-masing tokoh punya karakter yang unik, terutama para cowoknya, terutama Uru!
Artwork Tite Kubo (mangaka-nya) emang keren banget, seolah-olah Uru telah ditakdirkan untuk menjadi cowok keren idolaku. (Maafkan aku Toma, tapi asal kau tahu, aku masih menyukaimu.)

Shonen manga ini kurekomendasikan bagi siapa saja yang menyukai cerita yang unik atau tipe cowok kasar-tapi-baik-hati macam Ichigo. Humor yang terdapat di dalamnya pun selera tinggi, bukan humor garing ala seseorang di kelasku bernama *piiip* (sensor).

Oh iya, Asutarin mungkin tertarik pada Bleach juga karena melihat antusiasme-ku yang begitu besar pada Bleach (aku baca sambil teriak-teriak kayak orang gila), dan dia membuat Arta juga membaca Bleach. (Well, aku mungkin terdengar sok berjasa.)
Dan karena aku-Astri-Arta membaca Bleach dan membicarakan hal itu sepanjang waktu, sehingga mungkin Ovie pun merasa muak menjadi kambing congek dan akhirnya membaca Bleach juga.

Senangnya penggemar Bleach bertambah!!

Kuharap siapapun yang membaca posting ini tiba-tiba, entah ditarik kekuatan apa, jadi pengen baca Bleach.
Semoga.



*Suka Bleach!!

Friday, May 02, 2008

Dapatkan Banyak Dari Upacara

Tadi pagi aku menghadiri upacara bendera dalam rangka Hari Pendidikan Nasional di kantor gubernur.
Kami berbaris di samping barisan Satpol PP dan guru-guru dari berbagai sekolah.
Nah, diantara puluhan orang dewasa tersebut, ada beberapa orang yang aku dan Ovie anggap unik, dan yah, membuat tertawa. Mari buat daftar.

Berbagai Tipe Orang Dewasa Unik yang Kutemui

1. Bapak tusuk gigi.

Aku yakin Bapak Tusuk Gigi suka baca buku-buku detektif macam Sherlock Holmes atau novel-novel misteri karangan Agatha Christie, karena, ya ampun, gayanya ngulum-ngulum tusuk gigi dan bukannya mengorek-ngorek gigi dengan menjijikkan jelas-jelas menunjukkan bahwa Bapak Tusuk Gigi itu sok detektif.

2. Ibu kipas, dengan aksen mulut dimajukan.

Ibu Kipas berbaris tepat segaris dengan Elitha, dan, aduh, kayaknya nggak ada yang lebih menarik baginya dibanding mengipas dengan Aksen Mulut Dimajukan.
Oh, ya, sepertinya Bapak Tusuk Gigi dan Ibu Kipas berasal dari sekolah yang sama, karena Ovie sempat ngeliat mereka berdua ngobrol dengan akrab.
Atau mereka sepasang kekasih? (mm, kata 'kekasih' mungkin terdengar agak menjijikkan.)

3. Ibu alis-digambar yang galak.

Sinar matahari memang menyengat tadi pagi, sehingga anak-anak sekolahku (disini maksudnya anak kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 saja) nggak ada yang mau baris di bagian depan, dimana nggak ada pohon untuk tempat berteduh. Karena banyak yang ngumpul-ngumpul di belakang, kita pun asyik sendiri, dan mulai ngobrol-ngobrol nggak jelas (termasuk nyanyi 'Shall we dance.....' berulang-ulang bersama Febi) yang menimbulkan kasak-kusuk meresahkan. Si Ibu Galak Alis-Digambar pun ngomel-ngomel.
Peduli apa dia dengan kami, lebih baik dia memperhatikan alisnya, yang benar-benar nggak kelihatan alami, dan membuatnya terlihat seperti topeng bali.

4. Ibu buka-sepatu-karena-panas.

Ibu-Buka-Sepatu-Karena-Panas, berbeda dengan ketiga tersangka lain yang merupakan guru, adalah anggota Satpol PP. Mereka adalah dua orang (ya, ibu-buka-sepatu bukan hanya seorang, melainkan DUA orang) yang aktivitasnya (buka sepatu, tentu saja) tertangkap oleh mata jeli Febi.
Nilai moral yang bisa diambil: Kalau panas, buka saja sepatumu, niscaya akan terasa lebih sejuk.


Oh, ya, selain Satpol PP dan guru-guru yang berbaris di samping kiri kami, ada anak-anak SMA Santun Untan yang berbaris di samping kanan kami.
Nah, dari anak-anak Santun inilah aku dan Ovie dapat membuat daftar (lagi).

Fakta Orang Kampung (variabel: anak-anak SMA Santun Untan yang memang dikenal sebagai sekolah kampung)
1. Orang Kampung Suka Duduk

Ya, saat semua orang berdiri dalam barisan saat upacara, tiga perempat barisan anak kampung akan hancur, yang kemudian malah duduk-duduk di bawah pohon di belakang barisan atau duduk di tempat, atau bahkan berjongkok di tempat seperti akan buang hajat.

2. Cowok Kampung Suka Bergaya Sok Emo

Dengan poni panjang dan di lempar ke sisi sebelah wajah mereka.
Ya ampun, mungkin mereka pikir itu akan membuat mereka terlihat keren, tapi sayang sekali, itu hanya malah semakin menunjukkan kekampungan mereka. Kecuali mereka Toma, maka ceritanya akan berbeda.

3. Orang Kampung Suka Menaikkan Kerah Baju Mereka

"Kayak drakula,"komentar Ovie.
Tidak, drakula masih lebih bagus daripada mereka.
Dengan kerah dinaikkan seperti itu mereka terlihat seperti, mm, ya, orang kampung.

4. Cewek Kampung Suka Berbedak Tebal

Kenapa mereka suka berbedak tebal? Apa mereka nggak sadar, kalau menutupi wajah dengan bedak setebal salju itu norak?
Nggak, jawab Ovie.
Mereka nggak akan sadar, karena satu sekolah isinya begitu semua.

5. Orang Kampung Berbicara dengan Bahasa Kampung

Mm, bukannya orang kampung punya bahasa khusus untuk mereka saling berkomunikasi, tapi, mereka punya logat khusus yang aneh.
Yang saat aku dan Ovie mendengar seorang cowok berbicara dengan logat tersebut, kami langsung yakin seratus persen cowok itu orang kampung.

Okeh, kali ini nggak akan ada daftar lagi.
Nah, setelah upacara, kami memutuskan untuk minum entah apa, untuk melegakan dahaga gara-gara sekolah pelit yang nggak nyediain minuman buat anak muridnya yang hampir dehidrasi (karena kebanyakan ngerumpi, tentu saja).

Setelah perjalanan panjang (aku dan Ovie terpisah dari temen-temen yang lain) akhirnya kami pun berkumpul di warung es krim (atau apapun namanya) St. Petrus.
Tapi saat hendak memesan, dengan semena-mena salah satu abang penjualnya bilang kalo es krim-nya belum ada, jam sepuluh baru jadi. Sedangkan saat itu baru jam setengah sepuluh.
Kita pun berasa dalam dilema antara ingin segera minum atau pengen makan es krim.
Akhirnya kita pun menyerah dan akhirnya mesen minuman lain selain es krim.

Sambil minum, kita pun cerita-cerita nggak jelas, seperti yang biasa dilakukan cewek-cewek kalo lagi ngumpul.
Aku pun menceritakan secuil cerita dari perjalananku ke pantai.

Begini ceritanya. ( Ket: A=Aku, D=Dedek, O=Om Mul. Percakapan berikut ini ditulis dengan bahasa Indonesia, bukannya Melayu seperti kejadian sebenarnya)

A: (ngeliat bus dengan tulisan 'Bento' di belakangnya) Mm, ternyata orang Kalbar mantap juga bisa bahasa Jepang , yah.
D: Hah, memang tau dari mana?
A: Tuh, ada tulisan bento di bis ituh. Bento kan bahasa Jepang.
O: Bento artinya 'Benteng Soeharto'.
A: Oh.. Pantes. Nggak mungkin lah bento-nya bahasa jepang.
D: Masa sih? Berarti Hoka Hoka Bento tuh, Hoka Hoka Benteng Soeharto?

Selesai menghabiskan satu gelas, tiba-tiba kita menyadari kenyataan yang menyakitkan.
Es krim-nya udah ada.
Abang itu pembohong, katanya jam sepuluh, tapi baru jam sepuluh kurang lima belas es krimnya udah ada. Grrrk.
Kita pun kembali dalam dilema: apakah harus membeli es krim lagi? Atau tidak?
Setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya kita memutuskan untuk membeli es krim, tapi hanya 2 porsi, dengan sendok enam (miskin).
Aku dan Astri sukanya vanilla atau nggak stroberi, jadi pilihannya antara dua itu.

Waktu Ovie dan Febi mesen, abangnya bilang cuma ada rasa cokelat.
Aku dan Asutarin pun langsung berontak, dan teriak-teriak kesal, "Nggak suka cokelat!" yang dibalas dengan sangar (okeh, ini berlebihan) oleh Echa dan Arta, "Cokelat aja! Aku suka cokelat!"
Ovie pun berkata pada abang itu, "Gimana, pada nggak suka cokelat, nie."
"Iya," jawab abang itu. Hanya sebuah 'iya'!
Terima kasih sudah menjwab dengan sangat baik.